Badak Sumatera; Dinyatakan Punah Tapi Masih Diperdagangkan
Lingkungan & Krisis Iklim
April 16, 2025
Jon Afrizal/Kota Jambi

Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis). (credits: Wiki Commons)
SENIN (14/4), Kapolresta Jambi, Kombes Boy Sutan Binanga Siregar menyatakan bahwa polisi dan petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi berhasil menggagalkan perdagangan cula badak dan sisik trenggiling di Kota Jambi. Sebanyak empat orang pelaku telah ditangkap.
“Dengan pola undercover buy yang dilakukan Unit Tipidter Polresta Jambi, petugas memancing pelaku dan menangkap mereka,” kata Kapolresta Jambi, dalam keterangan pers, mengutip Detik, Senin (14/4).
Pelaku ditangkap di depan Hotel Yello, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Jambi, pada (26/3) lalu. Dari tangan pelaku, polisi mendapati satu cula badak seberat 600 gram, dan sisik trenggiling seberat 1,3 kilogram.
Untuk satu cula badak, akan dilego dengan harga IDR 1,8 miliar. Dan, belum diketahui harga untuk sisik tringgiling.
Keempat tersangka, adalah; RH (39) warga Desa Pemayungan, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Lalu, Su (58) dan Sa (34) warga VII Koto Ilir, Kabupaten Tebo. Dan, RS (44) warga Indragiri Hulu, Riau.
Berdasarkan keterangan para pelaku di hadapan penyidik, pelaku akan mendapatkan upah IDR 300 juta. Itu, jika bagian tubuh satwa ini laku.
Pelaku dijerat dengan Pasal 40A ayat (1) huruf f juncto Pasal 21 ayat (2) huruf c Undang-Undang nomor 32 tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE). Mereka terancam hukuman 15 tahun kurungan penjara.
Bagian tubuh satwa yang diperdagangkan itu, termasuk ke dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN) red list. Dengan kategori: “Sangat Terancam Punah” (Critically Endangered).
Tentu saja, ini adalah kabar buruk bagi keanekaragaman hayati.

Sisik tringgiling hasil sitaan. (credits: Polda Jambi)
Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), dalam banyak pertemuan konservasi keanekaragaman hayati dinyatakan telah punah hampir 10 tahun terakhir ini. Dan tidak lagi ditemukan di wilayah Provinsi Jambi.
Pada kenyataannya, badak bercula dua ini, dalam bahasa Yunani; Di (: dua) dan Cero (: cula), bagian tubuhnya masih diperdangangkan. Yang utama adalah culanya.
Mungkin saja, penangkapan ini, adalah “puncak gunung es” dari perdangangan satwa illegal.
Sementara, penangkapan terhadap pelaku perdagangan sisik Tringgiling Sunda (Manis javanica) telah berkali-kali terjadi.
Sebelumnya, Polresta Jambi juga telah menangkap tiga orang dengan barang bukti 10 kilogram sisik trenggiling, di Limbur, Sabak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, pada Senin (24/2) tahun 2025 ini.
Mereka adalah Mu (47), warga Desa Lambur, sebagai pemilik sisik trenggiling, WW (41), warga Desa Tangkit, yang bertindak sebagai kurir, dan TMS (31), warga Kelurahan Cempaka Putih, yang berperan sebagai perantara transaksi.

Tringgiling Sunda (Manis javanica). (credits: Wiki Commons)
Jauh sebelumnya, Tim SPORC Brigade Harimau Jambi, Seksi Wilayah II, Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera pun menangkap S (33) yang membawa 24,5 kg sisik trenggiling di Jalan Lintas Sumatera, Desa Bukit Tigo, Kecamatan Singkut, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi, pada Rabu 14 Oktober 2020.
Berdasarkan keterangan pelaku perdagangan yang terkini, cula badak dan sisik teringgiling itu telah berpindah tempat berkali-kali.
Tapi, belum diketahui secara pasti, apakah itu adalah benar badak Sumatera yang berasal dari wilayah Provinsi Jambi. Sebab, hanya ada satu cula badak saja.
Sementara, badak Sumatera, jelas, memiliki dua cula. Atau, dikemanakan satu cula lagi oleh para pelaku?
Sejauh ini, dari banyak literasi, diketahui bahwa badak Sumatera, ber-home range di pergunungan Bukit Barisan. Dan, seperti dituliskan awal tulisan ini, dinyatakan telah punah, di wilayah Provinsi Jambi.
Adapun penangkaran atau Suaka Rhino Sumatera (SRS) adalah di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Provinsi Lampung, dan di Suaka Badak Sumatera (SBS) di Aceh Timur.
Sementara Tringgiling Sunda, adalah penghuni hutan hujan Sumatera. Mamalia pemakan semut dan rayap ini, berguna bagi kegiatan konservasi.
Begitu banyak mitos-mitos yang berkembang tentang kedua satwa ini.
Cula badak, misalnya, terkait dengan obat penghilang rasa nyeri. Sedangkan sisik tringgiling terkait dengan perhiasaan atau sebagai cover sepatu boot yang berbahan kulit.
Terlepas dari mitos-mitos ini, tentu saja, keberadaaan kedua satwa ini adalah sebagai bagian dari “rantai” kehidupan. Hilangnya satu satwa, adalah juga hilangnya satu mata rantai kehidupan.*

