Salamander Dan Konsep Siksaan Neraka

Resonansi

December 25, 2024

Jon Afrizal

Kota Hippo. (credits: wiki commons)

“If somebody up there likes me
If somebody up there cares
Deliver me from evil
Save me from these wicked snares
Not into temptation, not to cliffs of fall
On to revelation, and lessons for us all.”

SALAMANDER atau juga disebut semander, adalah nama umum bagi sekitar 550 spesies amfibi. Secara umum, Salamander bercirikan: berpenampilan mirip kadal, dengan tubuh ramping, hidung pendek, dan ekor yang panjang.

Salamander, mengutip animalfact, terbagi menjadi dua. Yakni yang telah punah (klad Caudata), dan yang masih ada (ordo Urodela). 

Sebagian besar salamander memiliki empat jari pada kaki depan mereka dan lima jari pada kaki belakang mereka. Kulit mereka yang lembap menjadikan mereka lebih suka tinggal di habitat di atau dekat air, atau dalam tempat yang terlindung, misalnya tanah lembap, dan sering kali di lahan basah.

Beberapa spesies Salamander hidup di air sepanjang hidup mereka. Sebagian tinggal di air untuk sementara, dan sebagian lagi tinggal di darat ketika dewasa.

Salamander adalah vertebrata yang unik. Sebab vertebrata ini dapat menumbuhkan kembali bagian tubuh yang hilang (regenerasi).

Keunikan Salamander ini, kemudian, digunakan oleh Saint Agustine, untuk menterjemahkan konsep siksaan neraka dalam Kristen. Penterjemahan ini, ditulis dalam bukunya berjudul “City of God”.

Seperti yang tertulis dalam “City Of God” bahwa, “Oleh karena itu, jika salamander hidup dalam api, sebagaimana telah dicatat oleh para naturalis, dan jika gunung-gunung terkenal tertentu di Sisilia terus terbakar sejak jaman dahulu kala hingga sekarang, namun tetap utuh, ini merupakan contoh yang cukup meyakinkan bahwa segala sesuatu yang terbakar tidak musnah.”

Pliny the Elder dalam Natural History abad ke-1 Sebelum Masehi (SM) menggambarkan tentang kekuatan luar biasa yang dimiliki oleh salamander yang tubuhnya dapat menahan api tanpa masalah.

Adapun mitos ini berasal dari orang-orang yang melemparkan kayu gelondongan ke dalam api, dan salamander akan berlarian keluar dari kayu gelondongan itu. Sewaktu itu, orang mengira salamander lahir di dalam api.

Dan, tidak seorang pun menyadari bahwa salamander benar-benar ada di dalam kayu gelondongan sebelum melemparkannya ke dalam api, dan setelah itu salamander hanya berlari menyelamatkan diri.

Salamander. (credits: sierraclub)

Tetapi, ilmu biologi telah membantah mitos ini.

Dan, bagaimanapun, Saint Augustine telah berpikir bahwa salamander dapat hidup di bawah api. Ia, lalu memilih ide ini sebagai contoh dalam argumennya, yang mendukung hukuman kekekalan.

Saint Augustine adalah intelektual yang memeluk agama Kristen melalui nalar dan logika. Saint Augustine menjadi teolog Kristen terpenting di akhir zaman kuno. Pemikirannya berpengaruh pada bidang ilmu teologi, filsafat, dan budaya Kristen.

Filsuf Bertrand Russell, misalnya, yang terkesan dengan renungan Saint Agustine dalam “Confessions”. Buku ini membahas tentang hakikat waktu.

Immanuel Kant menyatakan waktu adalah bersifat subjektif. Sementara Saint Agustine memandangnya lebih baik dari itu.

Bagi Saint Agustine, waktu sangat terkait dengan kemampuan ingatan manusia. Sehingga waktu hanya terdapat di dalam alam ciptaan. Sebab waktu hanya dapat dirasakan dalam dimensi ruang, yakni melalui gerak dan perubahan.

Saint Agustine adalah seorang penulis Latin kuno pertama, di kalangan Kristen. Ia memiliki suatu visi yang sangat jelas mengenai antropologi teologis. Ia memandang manusia sebagai satu kesatuan sempurna dari dua substansi: tubuh dan jiwa.

Ia telah menulis sekitar 30-an buku, sedapat yang dapat dicari di internet, atau mungkin lebih dari jumlah itu. Ia lahir pada 13 November 354 Masehi dan meninggal dunia pada 28 Agustus 430 Masehi.

Ia juga dikenal dengan sebutan Augustine of Hippo. Hippo (Hippo Regius) adalah sebuah kota Fenisia, Berber dan Romawi yang kini terletak di Provinsi Annaba di Aljazair. Kota ini awalnya merupakan sebuah koloni Tirus yang pertama kali dihuni pada abad ke-12 SM.

Kota ini awalnya dinamai Hipponensis Sinus karena mengacu pada lokasinya di pesisir barat sebuah teluk. Nama “Regius” atau “dari Raja” diberikan setelah kota ini menjadi salah satu tempat tinggal raja Numidia. Kota ini, selanjutnya, menjadi bagian provinsi Afrika di wilayah Romawi.

Hippo Regius dikenal sebagai tempat diadakannya Sinode Hippo, dan juga sebagai tempat tinggal Santo Agustinus pada masa-masa akhirnya, ketika ia menjabat sebagai Uskup Hippo.

Saat ia menghembuskan nafas terakhirnya, Kota Hippo tengah dikepung oleh bangsa Vandal. 

Penyanyi dari Inggris , Sting, merilis album ke-empatnya berjudul Ten Summoner’s Tales pada tahun 1993. Album berisi 12 lagu ini, pada track ke-7, berjudul “Saint Agustine In Hell”.  

Sting, pada website songmeanings, mengatakan bahwa Saint Augustine adalah sosok yang menarik. Atau, dengan kata lain, Sting yang seorag Katolik telah mengejawantahkan pengetahuan terkait Siksaan Neraka yang telah diterjemahkan oleh Saint Agustine.

Lagu ini, bercerita tentang seseorang yang tergoda dengan kekasih dari sahabatnya sendiri. Dan, akibatnya, sahabatnya membunuhnya, dengan pisau lipat. Selanjutnya, ia pun dilemparkan ke neraka.

Saat berada di neraka, iblis penjaga neraka berkata, “Kamu tidak sendirian di sini.”

Sebab neraka, dihuni oleh banyak orang-orang yang juga gagal.

“They’re all here, you’re not alone
You’re never alone, not here you’re not
OK break’s over.”

Bicara terkait waktu, menurut Saint Agustine, siksaan di neraka akan memiliki tingkat yang berbeda-beda. Meskipun semua akan terbakar, tetapi beberapa orang akan lebih sakit, dan beberapa yang lainnya akan lebih ringan.

Kekekalan, menurut Saint Augustine, adalah memahami tentang proses penciptaan, kemanusiaan, dan keselamatan. Tentang baik dan buruk. Tentang benar dan salah. Dan, juga tentang: surga dan neraka.*

avatar

Redaksi