Firdaus Khatab; Penggubah Tari “Sekapur Sirih”

Budaya & Seni

December 23, 2024

Jon Afrizal

Tepak Srih dari negeri Jambi. (credits: wiki commons)

“Sajian iko darilah Jambi
Sepucuk Jambi Sembilan Lurah

Sajian kami Pusako Mulio
Adat lah Resam dari dulu kalo”

TAK banyak orang Jambi yang akrab dengan namanya. Meskipun karyanya sering dipertontonkan di setiap acara resmi, di gedung-gedung pemerintahan, dan di hari-hari peringatan di Provinsi Jambi. Terlebih jika tamu agung datang berkunjung ke Provinsi Jambi.

Namanya seolah tertindih acara seremonial-seremonial.

Ia adalah Firdaus Khatab. Dari perasaan dan pikirannya lah tari “Sekapur Sirih” terciptakan.

Mengutip Ismail Zurhatmi dalam “Deskripsi Tari Sekapur Sirih”, sejak terbentuknya Provinsi Jambi di tahun 1957, tari Selendang Mayang digunakan sebagai tari persembahan dan tari penghormatan tamu undangan resmi daerah.

Lalu, Komandan Korem Gapu Jambi Letkol RA Rachman, yang adalah seorang putera daerah melontarkan gagasan kepada Firdaus Chatab, seorang seniman Jambi, untuk menggubah sebuah tari persembahan yang baru.

Menurut RA Rachman, tari persembahan itu harus mampu mencirikan daerah Jambi. Juga, meninggikan harkat rakyat daerah Jambi yang beradat serta memiliki seni budaya yang tidak kalah dengan daerah lainnya.

Selanjutnya, Firdaus Chatab pun mencoba menggarap tarian itu. Berbasis gerak dasar tari tradisional daerah Jambi yang berasal dari daerah Matagual, Muara Tembesi dan Mandiangin serta daerah lain dalam Provinsi Jambi.

Menurut keterangan Firdaus Chatab, gerak dasar tarian ini adalah: gerak lenggang masuk dan keluar yang dewasa ini dikenal dengan nama gerak anak rajo bejalan, gerak liuk, gerak sembah rendah dan gerak merentang kepak, serta gerak putar penuh di atas poros, begitu pula sikap simpuh dan sikap patah paku.

Tari Sekapur Sirih gubahan Firdaus Chatab. (credits: Gramedia)

Tarian ini terdiri dari 17 ragam gerak. Dengan struktur gerak yang dirangkai sejak dari gerak awal, gerak inti dan gerak penutup.

Firdaus Chatab menggarap tarian itu selama beberapa minggu. Dengan cara: bergerak dan menari di depan cermin. Ini bertujuan untuk melihat keserasian gerak tari yang digarapnya.

Dari proses kreasi itu, selanjutnya, terciptalah sebuah tari yang kini dikenal dengan: tari Sekapur Sirih. Nama tarian itu diberikan oleh RA Rachman, sebagai pemberi ide.

Tari Sekapur Sirih pun ditampilkan pada penyambutan kedatangan Presiden Soekarno ke Jambi pada tahun 1961.

Tari Sekapur Sirih benar-benar diperkenalkan kepada publik pada tahun 1962. Pada tahun 1967 tarian ini ditata ulang oleh OK Hendrick.

Awalnya, antar tahun 1959 hingga 1960, tari Sekapur Sirih hanya menggunakan kostum yang sederhana. Yang terdiri dari kain songket dan baju kurung dalam untuk penari perempuan. Sedangkan hias kepala, adalah berupa sunting yang terdiri dari kembang goyang, beringin dan cempako. Aksesoris lain, yakni; teratai, pending dan gelang.

Begitu juga dengan jumlah penari yang ditampilkan, hanya menyesuaikan kebutuhan serta ruang yang digunakan untuk penampilan tari tersebut. Tetapi, umumnya, antara lima hingga tujuh penari.

Perkembangan selanjutnya, tari Sekapur Sirih ditarikan oleh sembilan penari perempuan, tiga penari laki-laki, satu pembawa payung, dan dua penggawal.

Tari Sekapur Sirih biasanya diiringi oleh alunan musik tradisional, seperti gambus, rebana, biola, gendang, gong, tetawak dan akordeon. Adapun lagu pengiringnya, adalah lagu rakyat “Jeruk Purut” yang diisi oleh M Saman Rachman.

Sejak tahun 1972 musik pengiring mengalami perubahan. Taralamsyah Saragih mengaransir “Jeruk Purut” dan mengisinya dengan vokal. Vocal diisi dengan syair yang disusun oleh Tamdjid Wijaya dan Marzuki Lazim.

“Sekapur Sirih dalam cerano
Kami sajikan kepado yang Mulio

Semugo Bapak serto Rakyatnyo
Aman dan Makmur sepanjang maso.”*

avatar

Redaksi