Pencabulan; Pimpinan Pondok Pesantren Diamankan

Hak Asasi Manusia

November 1, 2024

Muhammad Al FIkri/Kota Jambi

Pondok Pesantren Sri Muslim Mardatillah. (credits: google street view)

SEBANYAK 12 orang santri di Pondok Pesantren Sri Muslim Mardatillah, di Jalan Marsda Surya Dharma Kelurahan Kenali Asam Bawah, Kecamatan Kota Baru, Kota Jambi mengalami pencabulan. Diduga AWD (28), pimpinan pondok pesantren (ponpes) itu adalah pelakunya.

AWD, kini telah diamankan di Mapolda Jambi. AWD akan disangkakan Pasal 81 juncto 76 huruf D dan/atau Pasal 82 juncto 76 huruf E Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang “Perlindungan Anak”.

“Pelaku terancam hukuman 15 tahun kurungan penjara,” kata Wadirkrimum Polda Jambi AKBP Imam Rachman, mengutip Detik.

Imam mengatakan korban terdiri dari 11 anak laki-laki dan 1 orang perempuan. Kasus ini terungkap setelah korban santriwati melaporkan ke Polda Jambi.

“Yang pertama melapor atas kasus pencabulan yang dialami anaknya adalah orangtua santriwati. Dan selanjutnya, beberapa korban lainnya,” katanya, mengutip Detik.

Menurutnya, pada 1 Mei 2024, orang tua korban dihubungi anak yang mengeluhkan sakit sehingga dijemput untuk pulang. Saat dirawat di rumah, korban mengalami demam tinggi.



Akhirnya, korban dibawa kembali ke Puskesmas dan dirujuk ke rumah sakit. Hasil pemeriksaan medis menunjukan bahwa korban telah mengalami kekerasan seksual.

“Korban mengalami infeksi di bagian saluran kemaluannya,” kata Imam.

Selanjutnya, korban menceritakan bahwa ia telah mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh AWD.

Atas laporan itu, pelaku akhirnya diamankan di Mapolda Jambi, Sabtu (26/10). Dari hasil pemeriksaan, ternyata ada 11 anak laki-laki yang juga menjadi korban pelaku.



“Sebanyak 11 laki-laki  itu mengalami sodomi,” kata Imam.

Penyidik baru memeriksa tujuh orang korban termasuk korban perempuan. Polisi menduga masih ada korban lain dari pelaku.

Sementara itu, para korban mengalami trauma atas kejadian ini. Polisi juga telah berkoordinasi dengan UPTD PPA Provinsi Jambi untuk pemulihan psikologis korban.



Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, dan Perlindungan Anak (DPMPPA) Kota Jambi, Noverintiwi Dewanti, mengutip Kompas, mengatakan kasus pelecehan anak yang terjadi di ponpes ini terjadi sejak 2021 lalu. Seorang korban pelecehan kemudian melaporkan pelaku ke DPMPPA Kota Jambi.

Tetapi, pada saat pendampingan berlangsung, korban justru menarik laporannya ke DPMPPA Kota Jambi dan pihak kepolisian Jambi.

“Pada bulan Mei 2024, ada laporan dari salah satu rumah sakit di Kota Jambi yang melaporkan tentang adanya korban di pondok pesantren yang sama,” katanya.

Tim DPMPPA Kota Jambi mendampingi korban, sekaligus membuat laporan ke pihak kepolisian Jambi.

Berdasarkan data Kementerian Agama (Kemenag) Kota Jambi, hanya ada 32 pondok pesantren di Kota Jambi yang memiliki izin resmi.

Kepala Kemenag Kota Jambi Abd Rahman menyatakan, ponpes itu tidak terdaftar secara resmi, dan tidak termasuk 32 ponpes yang memiliki izin resmi dari Kemenag Kota Jambi.

“Kami tidak bisa menganggap pesantren itu berada di bawah naungan Kemenag, sebab memang tidak ada izinnya,” katanya, mengutip Kompas.

Pertanyaan besar dalam setiap kasus pelecehan atau pencabulan, adalah, berapa lama trauma yang dialami korban akan berlangsung? Sehari, dua hari, atau seumur hidup?*

avatar

Redaksi