Gencatan Senjata; Ketika Cara Non Formal Tidak Terwujud
Daulat
December 2, 2023
Zulfa Amira Zaed
(: pinterest)
JIKA cara-cara non formal tidak lagi mempan untuk menghentikan pertikaian antar dua pihak, maka digunakanlah cara yang formal, yang biasa disebut : gencatan senjata.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutkan bahwa gencatan senjata adalah penghentian tembak menembak (tentang perang). Di dunia internasional, gencatan senjata dikenal dengan ceasefire.
Gencatan senjata bisa dinyatakan sebagai bagian dari perjanjian formal, tetapi bisa juga sebagai bagian pemahaman informal antara kedua belah pihak. Seperti yang pernah terjadi pada tanggal 25 Desember 1914, pada Perang Dunia I. saat itu, terjadi gencatan senjata informal karena Jerman dan Inggris ingin merayakan Natal. Tidak ada perjanjian yang ditandatangani, dan setelah beberapa hari kemudian, peperangan pun berlanjut.
Gencatan senjata bisa menjadi momen bagi kedua kubu untuk memulihkan kekuatan pasukan, menyusun strategi perang, atau bernegosiasi. Aksi ini juga dilakukan untuk tujuan kemanusiaan, misalnya dengan menyalurkan bantuan atau melakukan evakuasi korban yang terdampak akibat perang.
Menurut Rosemary A. DiCarlo, Wakil Sekretaris Jenderal Urusan Politik dan Pembangunan Perdamaian, di laman resmi United Nation, “gencatan senjata adalah peluang besar untuk meletakkan dasar bagi perundingan damai yang inklusif dan komprehensif.”
Meski United Nations atau yang dikenal dengan PBB telah membuat aturan mengenai gencatan senjata, seperti terminologi dan tipologi, persiapan negosiasi, mediasi gencatan senjata inkklusif, mediasi isi perjanjian, serta mekanisme dan pemantauan gencatan senjata, namun pelaksanaan gencatan senjata akan dilakukan sesuai dengan perjanjian dan negosiasi kedua belah pihak atau lebih yang terlibat.
Karena gencatan senjata dan konteks penerapannya terus berkembang – menunjukkan dimensi, pembelajaran, praktik baik dan buruk baru – Panduan ini akan ditinjau secara berkala. Jenis-jenis Gencatan Senjata.
Mengutip bbc.com, gencatan senjata dibagi menjadi beberapa jenis.
Pertama adalah truce. Yakni pengaturan ad-hoc yang dibuat untuk menghentikan pertempuran. Jenis gencatan senjata ini tidak membutuhkan pertemuan formal. Pasalnya, truce bisa terjadi akibat kelelahan akibat pertempuran panjang sehingga para pihak yang terlibat menghentikan sementara operasi militer.
Selanjutnya, cessation of hostilities (penghentian permusuhan), yang lebih formal dibandingkan truce. Penghentian permusuhan berarti bahwa para pihak yang bertikai bersedia berhenti berperang untuk sementara, dan untuk menahan kekuatan mereka.
Lalu ceasefire, yang merupakan kesepakatan yang dicapai berdasarkan negosiasi antara pihak-pihak yang berikai. Ceasefire biasanya akan disertai dengan komitmen terkait lainnya untuk mengurangi eskalasi pertempuran.
Komitmen lainnya ini dapat berbentuk penarikan pasukan, dan kemungkinan komitmen oleh pihak-pihak yang bertikai untuk memposisikan kembali pasukan mereka. Memposisikan kekuatan antar pihak yang bertikai ini dilakukan dengan beberapa cara, seperti membuat zona aman, zona demiliterisasi atau garis pemisah yang dibatasi dengan jelas.
Terakhir adalah armistice merupakan bentuk gencatan senjata, yang disertai kesepakatan formal oleh para pihak yang bertikai untuk mengakhiri permusuhan. Kesepakatan formal yang dicapai biasanya akan diikuti dengan upaya untuk merundingkan penyelesaian damai yang langgeng.
Dalam setiap gencatan senjata, akan ada pihak yang berperan sebagai mediator atau penengah.
Seperti Qatar yang kerap menjadi mediator terhadap berbagai konflik yang terjadi di berbagai negara wilayah Timur Tengah, seperti di negara Ukraina, Lebanon, Sudan, Iran, dan Afghanistan. Ini karena Qatar merupakan negara kecil tetapi termasuk dalam negara kaya karena mempunyai pasokan gas cair dalam jumlah besar.*