Bang Rak Silang Budaya

Budaya & Seni

October 11, 2025

Jon Afrizal/Bangkok, Thailand

Satu sudut di Bangrak, Bangkok. (credits: Jon Afrizal/amira.co.id)

HARI Jum’at, saat kakiku menjejak di distrik Bangrak, Bangkok, Thailand. Kawasan ini terletak di tepi Sungai Chao Praya. Sungai yang dijuluki “Sungai Raja”. Meskipun, peta-peta kuno menyebut Sungai ini dengan sebutan “Mae Nam”.

Kawasan ini, adalah kota tua, dengan pelabuhan dan bangunan-bangunan era kolonial, dan juga pecinan. Sepertinya, kata “Bangkok” yang sesungguhnya merujuk ke kawasan ini.

Dan, Kota Bangkok yang dikenal saat ini, sebenarnya adalah Krung Thep. Demikian, kemungkinan, simpulan dari tela’ah panjang sejarah.

Dalam bahasa Thailand, kata “Bang” berarti desa, dan “Rak” artinya cinta. Dan, dapat disebut dengan “Desa Cinta”.

Bang Rak adalah tempat dimana jalan pertama secara resmi dibangun di Bangkok, yang disebut Charoen Krung (: New Road).

Kawasan yang selalu ramai dengan wisatawan dari berbagai belahan dunia. Dan juga, kawasan kuliner terkenal di Big Mango. Dan, tak lupa, Halal Food juga ada di sini.

Jika anda adalah muslim, jangan risau, terdapat banyak matsayit (masjid) di Kota Bangkok. Masjid tentunya menjelaskan identitas masyarakat Thailand yang pluralistik.

Tourism Authority of Thailand (TAT) mengungkapkan terdapat 170 matsayit di antaranya berlokasi di Bangkok, dan dengan total 3.400 masjid di seluruh Thailand.

Meskipun singkat, tapi kita akan bahas empat diantaranya.

Di Jalan Charoenkrung Distrik Bangrak, terdapat Masjid Haroon. Masjid ini berada di di seberang Kedutaan Besar Perancis. Atau, jika dari arah tepi Sungai Chao Praya, letak bangunan masjid berada di belakang Old Customs House (Sunlakasathan) atau kantor pabean.

Masjid Haroon, mengutip Halal Living Thailand, didirikan oleh Musa Bafadel pada tahun 1837. Ia adalah seorang pedagang keturunan Indonesia-Arab yang berasal dari Kalimantan Selatan.

Masjid Bang Luang. (credits: Wikipedia)

Sewaktu itu, Bangrak adalah sebuah desa kecil bernama Ton Samrong. Masjid ini dinamai sesuai dengan nama putranya, Haroon.

Awalnya dibangun dengan menggunakan bahan kayu berarsitektur Jawa tepat di tepi Sungai Chao Phraya. Namun, selanjutnya, pada tahun 1899, di masa Raja Rama V, masjid ini dipindahkan sekitar 500 meter menjauh dari sungai, di sebidang tanah di daratan.

Tak jauh dari Bangkrak, di Distrik Thon Buri, terdapat Masjid Bang Luang, atau yang dikenal dengan sebutan Kudi Khao atau Kudi To Yi.

Tanda Masjid Jawa. (credits: Tripadvisor)

Masjid Bang Luang, mengutip Bangkok Post, adalah satu-satunya masjid di Thailand yang mengadopsi arsitektur tradisional Thailand. Masjid ini, diperkirakan didirikan oleh komunitas Muslim pada masa Raja Rama I, antara tahun 1782 hingga tahun 1809.

Lalu, Masjid Tonson di Distrik Yai. Mengutip buku “Islam di Asia Tenggara” yang ditulis Apipudin, Masjid Tonson didirikan oleh Ratchawangsanseni (Mahmud). Masjid ini, kadang juga disebut Kudi Yai.

Terakhir, Java Mosque di Jalan Soi Charoen Rat 1 Yaek 9, Sathorn, Bangkok.

Mengutip penelitian berjudul “Architecture of the Jawa Mosque in Bangkok and Its Javanese Style” oleh Walaiporn Nakapan dari Faculty of Architecture, Rangsit University, Pathum Thani, Thailand, masjid ini telah berdiri sejak tahun 1906.

Masjid ini dibangun oleh H Muhammad Saleh. Ia adalah mertua dari KH Ahmad Dahlan, yang dikenal di Indonesia sebagai pendiri Muhammadiyah.

Masjid ini, sangat berarsitek Jawa, dengan atap limas susun tiga. Sama seperti Masjid Demak yang menunjukkan akulturasi kebudayaan Islam dan Hindu di Jawa.

Adanya bangunan masjid di Bangkok dan juga Thailand, dapat menjelaskan betapa Indonesia dan Thailand punya hubungan sejak lama. Pun, silang budaya dan pemahaman antar budaya telah lama ada, di sini.*

avatar

Redaksi