Ataraxia; Tujuan Hedonisme Yang Terlupakan?

Lifestyle

June 16, 2024

Jon Afrizal

(credits: pinterest)

EPIKUROS, filsuf yang lahir tahun 342 SM di kota Samos, Yunani, dan meninggal di Atena tahun 270 SM. Ajarannya menitikberatkan persoalan pada kenikmatan.

Dengan maksud, apa yang baik adalah segala sesuatu yang mendatangkan kenikmatan, dan apa yang buruk adalah segala sesuatu yang menghasilkan ketidaknikmatan.

Namun, yang dimaksud Epikuros, bukanlah kenikmatan yang tanpa aturan. Kenikmatan, menurut Epikuros, harus dipahami secara mendalam.

Selanjutnya, Kaum Epikurean, yakni mereka yang mengaku sebagai pengikut Epikuros, membedakan keinginan alami yang perlu; seperti makan, dan keinginan alami yang tidak perlu, seperti makanan yang enak. Serta keinginan yang sia-sia, seperti kekayaan atau harta yang berlebihan.

Keinginan pertama harus dipuaskan, dan pemuasannya secara terbatas menyebabkan kesenangan yang paling besar. Sehingga, kehidupan sederhana sangat disarankan oleh Epikuros. Tujuannya untuk mencapai Ataraxia. Yakni kondisi ketenteraman jiwa yang tenang, kebebasan dari perasaan risau, dan keadaan seimbang.

Bagi Epikuros, phoronesis  (: kebijaksanaan) sangat ditegaskan. Menurutnya, orang yang bijaksana adalah seorang seniman yang dapat mempertimbangkan pilihan nikmat atau rasa sakit.

Orang bijaksana bukanlah orang yang memperbanyak kebutuhan, tetapi mereka yang membatasi kebutuhan. Dengan cara membatasi diri, maka, ia akan mencapai kepuasan.

Orang bijaksana menghindari tindakan yang berlebihan. Sehingga, terdapat perhitungan yang dilakukan oleh Kaum Epikurean dalam mempertimbangkan segi-segi positif dan negatif untuk mencapai kenikmatan jangka panjang dan mendekatkan diri kepada ataraxia.

Kebahagiaan yang ingin dituju oleh Kaum Epikurean adalah kebahagiaan pribadi yang bersifat privatistik. Epikuros menasihatkan orang agar tidak mendekatkan diri kepada kehidupan umum dan bersifat individualisme.

Tetapi, ajaran ini sangat jauh dari kata egoisme. Menurut Epikuros, kebahagiaan terbesar bagi manusia adalah persahabatan. Berkumpul dan berbincang-bincang dengan para kawan dan membina persahabatan jauh lebih menguntungkan dan membantu mencapai ketenangan jiwa.

Epikuros, dalam Bahasa Yunani berarti; kawan, rekan atau sekutu.

Tetapi, pergeseran nilai dari ajaran hedonisme telah terjadi.

Menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary, “Hedonism” diartikan sebagai “the belief that pleasure should be the main aim in life.“

Terdapat tiga aliran pemikiran dalam hedonisme yakni Cyrenaics, Epikureanisme, dan Utilitarianisme. Meskipun, Epikureanisme lebih dikenal luas dari yang lainnya.

Secara makna, ajaran hedonisme telah mengalami pergeseran seiring dengan perkembangan jaman. Pada masa modern ini, paham hedonisme telah bergeser jauh dari ajaran etika yang ditetapkan Epikuros sebagaoi dasar dari hedonisme.

Hedonisme, saat ini disandingkan dengan makna kemewahan, gaya hidup berlebihan, dan kecenderungan kepada perilaku konsumtif.

Tri Padila Rahmasari dari Universitas Riau yang melakukkan penelitian tentang sikap hedonisme pada masyarakat saat ini, seperti yang ditulisnya di jurnal ilmiah Yaqzhan, menyatakan bahwa perkembangan zaman dan kemajuan teknologi mendorong terjadinya pergeseran makna hedonisme yang ditetapkan oleh Epikuros.

Pada saat ini, hedonisme diidentikkan dengan kemewahan dan kesenangan pada materi.  Padahal, Epikuros telah menyatakan bahwa kenikmatan mencakup banyak hal materi, rohani dan intelektual.

Ketika manusia ingin mencapai kenikmatan, menurut Epikuros, terdapat beberapa jenis keinginan yang harus jadi pertimbangan. Manusia hedonisme ala epicurean akan menganggap kenikmatan terpenuhi ketika keinginan alamiah yang prioritas sudah tercapai.

Tetapi, Epikuros mengemukakan paham untuk “menghemat kenikmatan”. Yakni, sesuatu yang berlebihan akan menimbulkan malapateka bagi manusia.

Fenomena gaya hidup hedonisme saat ini, menurut penelitian Tri Padila Rahmasari, terlihat pada gaya hidup mahasiswa yang mementingkan status sosial dan pengakuan teman sebaya ataupun orang lain, pria maupun wanita sosialita yang identik dengan kemewahan.

Sangat ironis, katanya, hedonisme telah berubah wujud menjadi wabah. Dan wabah hedonisme itu telah sampai pada masyarakat kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Saat ini, secara keseluruhan paham hedonisme dikaitkan dengan perilaku konsumtif. Yakni berusaha memenuhi kenikmatan materi dengan membelanjakan uang untuk keperluan alamiah yang sebenarnya bukanlah prioritas, dan hanya untuk kepentingan yang sia-sia.

Jika paham hedonisme pada masa kini, yang sebenarnya telah bergeser dari pemikiran Epikuros, semakin berkembang dan dipertahankan, maka akan menimbulkan dampak lain. Seperti pergaulan bebas, seks bebas, kemiskinan dan maksiat.

Manusia yang berorientasi hedonisme masa kini cenderung bersifat individualis. Ia tidak peduli terhadap keadaan sosial.

Sehingga, penanaman nilai religius akan membantu membatasi perilaku hedonisme seseorang. Seseorang pemeluk agama, diharap, akan menyesuaikan tindakannya dengan perintah-perintah yang tertera pada ajaran agama yang dianutnya.*

avatar

Redaksi