Antara Tsunami Informasi, Hedonism dan Melukai Hati Rakyat
Resonansi
April 28, 2023
Jon Afrizal
HARI ini kita dihadapkan dengan, yang menurut Bill Kovach, penulis buku “The Elements of Journalism” sebagai Tsunami Informasi. Dimana begitu banyak informasi yang berseliweran dan kita serap dalam hitungan detik.
Pemberi informasi bisa siapa saja. Sejak munculnya media sosial, mulai dari Whatsapp, Twitter, Facebook, Instagram hingga ke video-video durasi pendek sejenis TikTok, Snack dan Reels.
Pejabat-pejabat publik, yang bahkan sulit ditemui jurnalis untuk wawancara, dengan senang hati berbagi informasi di media sosial. Mungkin, mereka tidak sedang berpikir begitu. Sedikit bersikap narsis dan hedon, adalah sifat manusia biasa. Katakanlah, dengan definisi yang lain, yakni ”pamer kemewahan”.
Tetapi, informasi yang sedikit ini, misalnya soal kepemilikan barang mewah, dapat di-save siapa saja. Toh, setiap orang dapat membuat akun media sosial, dan senyatanya, dunia internet adalah tanpa batas wilayah.
Maka, satu informasi diteruskan ke yang lain, melalui grup-grup publik di media sosial, dan menjadi viral. Booming, dan semua orang (ingin) berkomentar tentang informasi itu.
Gaya hidup yang memiliki kesan mendalam, dan melukai hati rakyat. Demikian kira-kira definisi untuk terminologi ini.
Sebelumnya, pada Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Kamis (2/3). Presiden Jokowi menegur keras para pejabat publik soal gaya hidup hedon. Ia mengatakan itu adalah perilaku yang melukai hati rakyat.
Bahkan, ia memerintahkan para menteri untuk menertibkan perilaku pejabat yang seperti itu. Dengan tambahan, “Jangan pamer kekuasaan, jangan pamer kekayaan, apalagi sampai dipajang-pajang di Instagram, di media sosial,” kata Jokowi.
Menurut Merriam-Webster Dictionary, hedonism yang akar katanya adalah “hedone” dalam bahasa Yunani itu, adalah doktrin yang berpendapat bahwa kebahagiaan atau kesenangan merupakan tujuan utama dalam hidup.
Kita akan kembali membuka buku filasafat dan menemui aliran filsafat Epicureans dan Cyrenaics di era Yunani Kuno yang memiliki doktrin ini.
Meskipun bernada menghakimi, tapi secara umum, jika seseorang telah di-cap sebagai hedonist, maka kepuasan yang ia dapatkan adalah hanya bersifat kebendaan saja. Yang pada kenyataannya, kehidupan memiliki sisi lain seperti waktu yang berkualitas bersama keluarga, dan juga hubungan yang bermakna di tempat berkerja.
Secara harfiah, kata hedonist sering bergandengan dengan kata selfish. Masih di kamus yang sama, selfish adalah kata sifat yang berhubungan dengan eksklusifitas terhadap diri sendiri.
Mari kita gunakan kata-kata yang simple menurut kaum rebahan saja, yakni ”gak mau tahu” dan “gak pedulian”.
Terkait kondisi di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 26,36 juta orang per September 2022. Jumlah ini naik tipis dibandingkan pada akhir Maret 2022 sebanyak 26,16 juta orang.
Maka, jika pejabat publik memamerkan Jeep Wrangler Rubicon yang harganya berkisar antara Rp 1,6 miliar hingga Rp 1,9 miliar per unit, atau kemeja merek Burberry yang harganya adalah Rp 7 juta per helai, adalah melukai hati rakyat.
Sebab, diakui atau tidak, income terbesar dari sebuah negara adalah berasal dari pajak rakyatnya. Dan, silahkan dihutung sendiri berapa pajak yang anda keluarkan setiap tahunnya. Mulai dari pajak makan di warung pinggir jalan, pajak bumi dan bangunan, hingga pajak penghasilan.
Peka gak seh?*