Aku; Perempuan Dan Pemakluman
Resonansi
May 23, 2023
Zulfa Amira Zaed
PEREMPUAN, gaya hidup, dan selera adalah hal yang tak terpisahkan. Terlepas dari rasa nyaman ataupun tidak, nalar ataupun tidak, dan wajar ataupun tidak.
Ketika aku menuliskan ini, aku ditemani segelas minuman yang rasanya sama seperti yang kuteguk 25 tahun lalu, yaitu susu kedelai. Susu ini pemberian suamiku sepulangnya dari luar rumah. Ya, rasanya hampir sama dengan susu kedelai yang dibelikan ayahku saat aku masih duduk di bangku kelas tiga Sekolah Dasar.
Kita bukan sedang berbicara tentang macam-macam minuman atau profesi. Tapi aku ingin mengajak kita semua memahami tentang rasa. Rasa dimana manusia menjadi diri sendiri dan tidak menggunakan tolok ukur orang lain untuk merasa berharga dan berada.
Di saat manusia memenuhi pusat perbelanjaan, bioskop, tempat hiburan, dan lainnya untuk menunjukkan eksistensi di media sosial dan sebuah pengakuan yang entah dari siapa, di balik itu sebenarnya kita sedang berjalan mundur menuju keterbelakangan.
Sama seperti ucapan Bob Sadino, “Yang beneran punya, gak akan banyak bicara seperti mereka yang berlaga sok punya.”
Mungkin kalimat itu terdengar sedikit kejam, tapi itulah kehidupan. Manusia yang butuh pengakuan akan terus berbicara dan berusaha menunjukkan, sementara yang benar-benar berpunya akan terus bekerja dalam diam.
Menjalani kehidupan tentu mempunyai kebutuhan dan tuntutan hidup, tak terkecuali bagi perempuan. Meski perempuan yang telah bersuami bisa saja bersandar pada gagahnya suami yang ia miliki. Atau perempuan single yang mandiri secara ekonomi bisa dengan bebas melakukan apa yang diinginkan tanpa menenggu persetujuan dari pasangan.
Sejatinya menjadi diri sendiri tanpa menggunakan tolok ukur orang lain sudah pasti membahagiakan.
Membahagiakan tanpa harus foto selfie dengan KTP karena perintah sebuah aplikasi, demi gaya hidup. Atau bahagia tanpa harus memaksakan mengenakan pakaian yang tidak nyaman demi terlihat keren atau terlihat taat di mata orang lain. Tak peduli baju itu cocok atau tidak dengan iklim di sini, yang penting terlihat keren dengan label brand yang membanggakan.
Kedua hal itu adalah contoh kecil menggunakan tolok ukur orang lain dalam menjalani kehidupan.
Sejujurnya, perempuan akan bahagia cukup dengan menggunakan tolok ukurnya sendiri, seperti sekedar menengguk susu kedelai untuk menghilangkan rasa haus di tenggorokan lalu tidur nyenyak daripada menengguk segelas kopi seharga lima kilogram beras tapi setelah itu bolak-balik melihat mutasi pada aplikasi internet banking di telepon pintarnya.
Rasa yang ada pada diri perempuan memang acap kali menjadi ajang menipu diri sendiri, yaitu rasa untuk diakui.
Kamu perempuan? Bila iya, tak perlu ragu untuk memaafkan diri sendiri, mencintai diri sendiri, memaklumi diri sendiri agar bisa mencintai sekelilingmu dengan lebih hebat!*