Kepedihan “Ta Ina Luhu”
Lingkungan & Krisis Iklim
May 30, 2024
Jon Afrizal
Sisi Telaga Air Putri yang berbaur dengan air laut, dilihat dari atas. (credits: indonesiakaya)
TA Ina Luhu adalah seorang putri raja. Raja itu bernama Gimalaha yang berasal dari Negeri Luhu. Saat ini, Negeri Luhu berada di Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku.
Dikisahkan, sewaktu itu Belanda telah menduduki Negeri Luhu. Mengutip indonesiakaya, seluruh keluarga Raja Gimalaha tewas dibantai Belanda. Tapi, hanya satu yang selamat. Yakni Ta Ina Luhu.
Sebenarnya, Ta Ina Luhu telah ditangkap Belanda, dan ditawan. Sewaktu ditawan, ia telah mendapat perlakuan tidak mengenakkan dari serdadu Belanda yang menawannya.
Hingga ia pun melarikan diri, dan dalam kondisi sedang hamil. Ia diselamatkan oleh sekelompok orang dari Kerajaan Soya, yang jaraknya berdekatan dengan Negeri Luhu.
Tetapi, karena merasa malu dengan kondisi dirinya yang sedang hamil, ia pun akhirnya lari dari Kerajaan Soya. Ia kabur dari istana Soya dengan mengendarai kuda milik kerajaan.
Ia pergi menyusuri hutan belantara. Dingin dan mencekam.
Saat itu, Ta Ina Luhu hanya ingin sendirian saja. Kondisi jiwanya terguncang.
Sementara, utusan dari Kerjaan Soya terus mencarinya. Utusan diperintahkan raja untuk membawa Ta Ina Luhu kembali ke istana Soya.
Setelah jauh berjalan, Ta Ina Luhu merasa kelelahan. Ia terjatuh dari kuda yang ia tunggangi.
Akhirnya, ia memutuskan untuk beristirahat. Tempat ia berisitirahat, kini biasa disebut dengan nama “Gunung Nona”.
Ta Ina Luhu pun melanjutkan perjalanannya. Dan di sepanjang perjalanan, ia mengalami dan melihat begitu banyak kejadian unik dan ajaib.
Ketika ia memacu kuda dengan kencang, penutup kepalanya terjatuh ke tanah. Ia kemudian berusaha mengambil penutup kepala itu. Tetapi, anehnya, penutup kepala itu berubah menjadi batu. Batu itu, dikenal dengan nama “Batu Capeu”.
Dalam perjalanan yang panjang dan melelahkan itu, Ta Ina Luhu akhirnya menyusur pantai Amasuhu. Kondisi kelelahan membuat ia memutuskan untuk beristirahat.
Di tempat ia berisitirahat terdapat sebuat telaga. Di sana, ia meminum air tawar untuk menghilangkan haus dan dahaga.
Telaga itu, kini, dikenal dengan nama “Air Putri”. Telaga Air Putri terletak di Desa Waiyoho, Kecamatan Seram Barat.
Telaga ini, sebenarnya adalah mata air yang muncul tepat di pinggiran pesisir pantai yang kemudian membentuk laguna. Laguna, yang berasal dari bahasa Itali, berarti perairan tenang.
Yakni sekumpulan air asin yang relatif dangkal yang terpisah dari laut oleh penghalang yang berupa pasir, terumbu karang, pulau penghalang, semenanjung penghalang, atau tanah genting.
Sebenarnya, kata ini dalam bahasa Itali digunakan untuk menunjukan suatu wilayah, yakni Laguna Venesia.
Namun, bangsa Mexico juga menggunakan laguna untuk menyebut danau air tawar. Seperti tempat bernama Laguna Katemako.
Pada kenyatannya, Telaga Air Putri bukanlah air laut yang berasa asin. Melainkan air tawar yang berasal dari sumber air dari darat, dan mengalir terus menerus, sehingga membentuk seperti danau. Tetapi kemudian, airnya mengalir menuju ke laut, dan bercampur dengan air laut yang hangat, pada satu titik.
Kembali ke kisah Ta Ina Luhu, mengutip poskata, ketika ia sedang minum di telaga, terdengar suara-suara yang meminta ia untuk pulang. Sepertinya, suara itu berasal dari para utusan raja Soya.
Di tengah rasa malu, kecewa dan putus asa akibat perlakukan serdadu Belanda yang membuatnya hamil, ia pun berdoa, agar utusan itu tidak dapat melihatnya. Doanya terkabul.
Benar sekali, utusan tidak dapat melihatnya. Mereka kembali ke istana dengan tangan hampa.
Tetapi, setelah kejadian itu, Ta Ina Luhu benar-benar menghilang.
Ia telah menjadi mitologi tersendiri bagi masyarakat Maluku, hingga hari ini. Ia juga dikenal dengan sebutan Nenek Luhu.
Menurut mitos yang berkembang di masyarakat, Nenek Luhu tidak sepenuhnya menghilang. Ia akan muncul pada saat Ujang Panas atau hujan panas. Yakni kondisi ketika hujan turun, namun cuaca tetap panas.
Ia, menurut mitos, akan berwujud seperti manusia dengan kaki separuh manusia dan separuh kuda. Jika pada saat ia muncul, ada anak-anak yang hilang, maka Nenek Luhu lah yang menculiknya.
Mungkin, saja, ini adalah cara bagi setiap orangtua untuk melarang anak-anak yang berkeliaran di cuaca ekstrem. Yang, tentunya, dapat menyebabkan penyakit.
Namun, mitologi itu, malahan, yang membuat Telaga Air Putri menjadi terkenal. Yang mengingatkan, tentang pedih yang dirasakan oleh para penyintas.*