Selfie; Terlalu Mengagumi Diri Sendiri

Budaya & Seni

January 30, 2024

Junus Nuh

Narcissuss mengagumi bayangannya sendiri di kolam, karya Caravaggio Narkissos. (: wikimedia commons )

SELFIE (swaphoto) adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari interaksi sosial saat ini. Terutama bagi siapa pun yang diketahui punya hobi mengupload photo sendiri untuk publik di media sosial.

Mitologi Yunani, mengenal seorang tokoh bernama Narcissuss. Mengutip worldhistory , Narcissuss adalah pemuda yang memiliki wajah tampan, anak dari Kefissos (dewa sungai) dan Liriope (perempuan “penunggu” tempat tertentu – nimfa ).

Karena ketampanannya, Echo (nimfa) jatuh cinta kepada Narkissos. Dan banyak juga yang lainnya. Tapi tidak satu pun yang dibalas cintanya oleh Narcissuss.

Echo, kemudian hidup dalam kesedihan yang panjang. Untuk menghilangkan kesedihannya, Echo pun berdoa kepada para dewa atau dewi.  

Nemesis, yakni dewi pembalasan bagi mereka yang lancang terhadap para dewa, mendengarkan doa Echo, dan mengutuk Narcissuss; agar Narcissuss hanya jatuh cinta kepada bayangannya sendiri.

Kutukan menjadi kenyataan, dan Narcissuss hanya tertarik untuk mengangumi bayangan dirinya di sebuah kolam, hingga ia mati.

Sewaktu Narcissuss masih kecil, Teiresias , seorang peramal pernah berkata kepada kedua orang tuanya bahwa anak mereka akan berumur panjang apabila tidak melihat dirinya sendiri. Dan, ramalan ini pun menjadi kenyataan.

Juga terdapat versi-versi lain soal Narcissuss. Tapi, mungkin ini versi yang paling popular.

Pada psikiatri Freudian dan psikoanalisis, terminologi narsisisme, yang diambil dari nama Narcissuss, merujuk pada tingkat self-esteem yang berlebihan, suatu kondisi yang biasanya adalah bentuk dari ketidakmatangan emosional.

Menurut psychologytoday, seseorang dengan gangguan kepribadian narsistik memiliki rasa mementingkan diri sendiri yang ekstrem, rasa berhak, dan kebutuhan untuk dikagumi. Ia merasa iri pada orang lain dan berharap mereka juga sama dengannya. Ia juga kurang empati dan mudah berbohong serta mengeksploitasi orang lain untuk mencapai tujuannya.

Bagi orang lain, ia mungkin tampak mementingkan diri sendiri, suka mengkontrol, tidak toleran, egois, atau tidak peka. Jika ia merasa dihalangi atau diejek, ia akan marah dan melakukan balas dendam yang merusak. Atau yang biasa disebut dengan “kemarahan narsistik”, dan dapat menimbulkan konsekuensi yang sangat buruk bagi semua pihak yang terlibat.

Masih menurut psychologytoday, narsisme termasuk terdapat tiga ciri kepribadian yang biasa disebut dark triad. Yakni ganguan kepribadian yang berwujud antisosial.

Pribadi narsisme memiliki sifat egois yang ekstrem dan memiliki pandangan yang “wah” terhadap dirinya sendiri. Mereka sangat butuh rasa kagum dari orang lain dan memiliki rasa percaya diri yang terlampau tinggi.

Terkait swafoto, mengutip klikdokter, Fox dan Rooney  baru-baru ini mengadakan studi dengan menggunakan 1.000 pria berusia 18 hingga 40 tahun sebagai data sampel. Tiap peserta menyelesaikan kuesioner kepribadian untuk menilai dark triad dan objektifikasi diri.

Mereka ditanyai berapa banyak foto narsis yang mereka ambil, unggah, dan berapa lama mereka menggunakan media sosial sehari-harinya. Mereka juga ditanya soal seberapa sering mereka mengedit foto dirinya sendiri.

Hasilnya menunjukkan bahwa narsisme dan objektivitas diri sangat berkaitan dengan lamanya waktu yang dihabiskan saat mengedit swafoto, dan banyaknya swafoto yang mereka unggah di media sosial. Faktanya, meskipun orang yang cenderung memiliki sifat psikopat juga mengunggah banyak swafoto, tetapi mereka melewatkan proses pengeditan.

Sebab, orang dengan kecenderungan psikopat tidak memiliki keinginan untuk menyajikan diri secara detail. Beda halnya pada orang dengan objektivitas diri yang sangat tinggi.*

avatar

Redaksi