Marong Mahawangsa Dari Lembah Bujang
Lifestyle
August 4, 2025
Jon Afrizal

Langkawi, Kedah. (credits: Tourism Malaysia)
Kisah ini biasa disebut dengan “Hikayat Marong Mahawangsa” atau “Hikayat Kedah”. Hikayat yang menceritakan muasal Kesultanan Kedah di Semenanjung Malaya ini, ditulis oleh Sultan Muzaffar Shah I atau disebut juga Seri Paduka Maharaja Derbar Raja II. Ia adalah Raja Kedah Kuno terakhir, sekaligus Sultan Kedah Islam pertama. Ia berkuasa pada tahun 1136, dan wafat pada tahun 1179. Berikut hikayat ini dituliskan kembali, untuk pembaca Amira.
HIKAYAT ini mengisahkan tentang raja-raja dan pendirian kerajaan Kedah. Yakni, berdasarkan cerita rakyat semi-historis, legendaris, ataupun cukup fantastis, dan, kadang, lumayan ajaib dan membingungkan.
Baik itu terkait hubungan antara dunia Melayu-Chola-India, dan juga pengaruh budaya Hindu-Bhuda, dan juga Islam. Sama, seperti hikayat pada umumnya.
Catatan sejarah ini, jika memang demikian, menceritakan tentang satu leluhur seluruh penguasa Kedah, yakni: Raja Marong Mahawangsa. Ia adalah seorang raja, yang dalam hikayat ini, mengaku memiliki hubungan kekerabatan dengan Alexander The Great.
Saat berlayar dari Roma ke Tiongkok, armada kerajaan Marong Mahawangsa diserang oleh seekor burung phoenix raksasa. Burung phoenix ini sedang terdampar di pantai yang sekarang disebut Kedah.
Setelah berperang dengan burung besar itu dan menang, di pantai, Marong Mahawangsa mendirikan sebuah kerajaan bernama Langkasuka dan menjadi raja. Gabungan dari dua kata dalam bahasa Sansekerta; Langkha: tanah kemegahan, dan, Ukkha: kegembiraan atau kebahagiaan.
Langkasuka, selanjutnya, berdasarkan catatan sejarah modern, dikethui sebagai kerajaan bercorak Hindu-Buddha Melayu kuno yang berkembang dari abad ke-2 M hingga abad ke-15 M. Letak tepat kerajaan ini, adalah di wilayah Thailand, pada saat ini.
Langkasuka diyakini didirikan oleh keturunan Ashoka Agung (304 – 232 SM). Ashoka adalah Kaisar Magadha, dan penguasa ketiga dari Dinasti Maurya. Kekaisarannya meliputi sebagian besar anak benua India, membentang dari Afghanistan saat ini di barat hingga Bangladesh saat ini di timur, dengan ibu kotanya di Pataliputra.
Asoka dinyatakan sebagai pelindung agama Buddha. Ia juga dianggap berperan penting dalam penyebaran agama Buddha di seluruh Asia kuno.

Candi Bukit Batu Pahat, Lembah Bujang, Kedah. (credits: Wiki Commons)
Catatan lain juga menghubungkan Marong Maha Wangsa dengan Lembah Bujang, sebqgai tempat awalnya. Lembah Bujang adalah sebuah situs sejarah Hindu-Budha yang berada di dekat Merbok, Kedah. Yakni diantara Gunung Jerai (1.217 mdpl) di bagian utara, dan, Sungai Muda di bagian selatan.
Merong Maha Wangsa memiliki tiga orang putra dan satu orang puteri. Yakni; Merong Mahapudisat, Ganjil Sarjuna, Seri Mahawangsa, dan, Raja Puteri.
Setelah puteranya dinobatkan menjadi raja selanjutnya, yakni Merong Mahapudisat, Merong Mahawangsa pun kembali ke Roma. Selanjutnya, nama Langkasuka diubah menjadi “Kedah Zamin Turan”.
Merong Mahapudisat, sesuai wasiat ayahya, kemudian membagi Kerajaan Langkasuka menjadi tiga. Yakni; Kerajaan Siam yang diberikan kepada putra sulungnya, lalu, Kerajaan Perak untuk putra keduanya, dan, Kerajaan Pattani untuk putra bungsunya.
Putra bungsunya menggantikan Merong Mahapudisat sebagai Raja Kedah dengan gelar Raja Seri Mahawangsa. Raja Seri Mahawangsa memulai tradisi mengirimkan “bunga emas dan perak” sebagai hadiah kepada Raja Siam setiapkali ia melahirkan seorang putra.
Namun, Raja Seri Mahawangsa meninggal karena serangan jantung. Tepatnya setelah ia kepada putranya yang masih kanak-kanak, lengkap dengan tingkah polahnya.
Dan selanjutnya, putranya pun menggantikannya, dengan gelar Raja Seri Inderawangsa. Kekuasaan selanjutnya diserahkan kepada putranya, yakni Raja Ong Maha Perita Deria, atau yang dikenal dengan nama “Raja Bersiong”, atau “Raja Bertaring”.
Raja Bersiong, karena kejahatannya, digulingkan oleh rakyatnya. Ia digantikan oleh anaknya, Raja Phra Ong Mahapudisat.
Raja Phra Ong Mahapudisat, kemudian digantikan oleh putranya, bernama Raja Phra Ong Mahawangsa. Pada kala ini, Raja Phra Ong Mahawangsa menyatakan memeluk Islam, dan mengubah namanya menjadi Sultan Mudzafar Shah, atau Seri Paduka Maharaja Derbar Raja II.

Asoka Agung. (credits: Wiki Commons)
Agama Islam masuk ke Kedah diketahui berasal dari Syekh Abdullah Al Qumairi dan 11 orang pengikutnya, yang dari Yaman, dan berlabuh di Kuala Sungai Merbuk pada tahun 1136 M.
Sejak era inilah, yang kemudian dikenal dengan Kesultanan Kedah, yang bercorak Islam.
Catatan sejarah Hikayat Marong Mahawangsa ini, juga menggambarkan hubungan dagang antara Kedah dan Kekaisaran Chola. Yakni ketika Kedah mengirimkan upeti kepada Kekaisaran Chola, setiap tahunnya.
Patung-patung dewa dari Dinasti Chola masih dapat ditemukan di Kedah, bahkan setelah penaklukan mereka.
Pada tanggal 10 March 2011, KRU Studios merilis film berjudul The Malay Chronicles: Bloodlines. Film ini juga disebut Clash of Empires: The Battle for Asia.
Film bertemakan petualangan epik berbahasa Melayu Malaysia ini diadaptasi secara bebas dari dokumen Hikayat Merong Mahawangsa (Kedah Annals). Secara bebas, dalam artian, mungkin saja berhubungan langsung dengan Hikayat Kedah, dan, mungkin saja, menampilkan Marong Mahawangsa sesuai alam pikiran manusia modern saat ini.
Sebelumnya, pada tahun 2008, sutradara Nonzee Nimibutr merilis Puen Yai Chom Salat (Queens of Langkasuka) di Thailand. Yang bercerita tentnag Ratu Hijau dari Patani, yang juga berhubungan dengan Marong Mahawangsa.
Terlepas dari polemik dan perdebatan karena tampilan kedua film fantasi kolosal ini, setidaknya, juga telah memberikan tafsiran tentang sejarah panjang sebuah bangsa, dan bagaimana hubungan antar bangsa di masa lalu.*

