Propaganda: Evolusi Jurnalisme Kuning
Daulat
September 26, 2024
Junus Nuh
Sindiran, pada sebuah kartun di tahun 1898, terkait peran surat kabar milik Joseph Pulitzer dan William Randolph Hearst dalam mengobarkan opini publik Amerika Serikat untuk berperang dengan Spanyol. (credits: publicdomain)
Apapun yang anda baca, bahkan essay ini sekalipun, pertimbangkanlah inti pesannya. Pertimbangkan apakah anda sedang dimanipulasi atau tidak, untuk membeli, percaya, atau memilih. Karena, begitu anda mengungkapkan dari kekuatan bahasa, anda akan sangat menghormatinya, dan bahkan mungkin memilih untuk menyampaikan pendapat Anda dengan menggunakan kata-kata.
PROPAGANDA, tidak seperti yang kita pernah pikirkan. Berbentuk seperti poster-poster pada masa perang dunia ke1 dan 2. Atau juga film-film monokrom pendek, dan pengumuman-pengumuman radio frekuensi Medium Wave (MW) di era 1920-an hingga 1950-an.
Saat ini, propaganda telah memiliki bentuk; dengan menggunakan bahasa secara terang-terangan, terselubung, dan tidak disadari. Dengan tujuan untuk membentuk opini dan memberi label ulang pada gagasan sebagai fakta.
Terlepas dari pemahaman kita terkait propaganda di era lampau, hingga saat ini, bahkan kita jarang menyadari dampak propaganda terhadap diri kita.
Kita semua, mengutip kwintessential, kini hidup di era berita palsu. Yakni sebuah istilah, yang adalah bentuk terbaru dari jurnalisme kuning.
Sebagai propaganda jahat yang mengarahkan informasi palsu. Dengan perangkat yang tidak lagi usang, tapi menggunakan internet. Melalui media sosial, dan secara berkala diangkat oleh media arus utama.
Propaganda bukanlah konsep baru. Dan, propaganda tidak pernah mati.
Propaganda masih hidup, dan mungkin dalam kondisi yang lebih baik daripada sebelumnya. Semuanya berkat kehadiran internet dan iklan.
Penyebaran misinformasi digital yang merajalela secara luas dianggap telah membentuk semua hasil politik utama di banyak negara, selama beberapa tahun terakhir. Tetapi, mungkin saja, ini sendiri adalah misinformasi, yang disebarkan oleh mereka yang ingin mengurangi kepercayaan pada penyedia konten.
Jelas saja, bahwa saat ini, sistem penyampaian berita dan ekspresi yang populer telah berubah. Media cetak berupaya untuk beradaptasi dengan dunia layar. TV berevolusi untuk melayani generasi Netflix dan YouTube.
Meskipun ada perombakan cara penyampaian konten, namun mekanisme propaganda politik tidak berubah sejak awal.
Yakni, memggunakan campuran bahasa halus dan terbuka, yang digunakan untuk meminggirkan kelompok tertentu, memecah belah masyarakat, dan membagi kelompok-kelompok ke dalam ideologi-ideologi. Yang pada dasarnya bertentangan satu sama lain, yang tidak dapat untuk didamaikan.
Penggunaan propaganda secara efektif dapat terus berlanjut. Untuk mencari kambing hitam atas masalah di suatu negeri, dan secara sistematis menemukan cara untuk menyalahkan kelompok tertentu, dengan maksud untuk memicu keresahan dan menghasut intoleransi. Yang, pada akhirnya, akan menimbulkan sesuatu yang chaos terhadap kondisi tenang.
Propaganda, selama ini, diyakini sebagai instrumen sayap kanan. Tetapi telah diadopsi oleh banyak kelompok dengan berbagai kecenderungan politik, dan bahkan oleh kelompok yang dianggap netral.
Propaganda anti-kelas pekerja, misalnya. Ada di alam dan iklim yang sama dengan propaganda anti-kapitalis.
Semua propaganda berfungsi untuk menggagalkan kelompok tertentu demi menguntungkan kelompok lain, dan tidak mengenal afiliasi yang kuat. Teknik-tekniknya dapat dilihat dalam periklanan dan pemasaran, penjualan, dan atau bahkan pada sebuah wawancara bagi pelamar pekerjaan.
Teknik-teknik yang digunakan oleh para propagandis hampir tidak berubah selama ratusan tahun.
Dimana media visual, baik itu teks, citra atau lebih umumnya adalah kombinasi, masih terlihat saat ini dalam meme yang dipopulerkan di grup-grup di aplikasi Facebook, Twitter dan Reddit, misalnya.
Terkadang, bahasa yang digunakan dalam propaganda, sama sekali tidak ada hubungannya dengan percakapan. Tetapi cukup universal untuk menyentuh hati, atau menggali memori, agar lebih menarik bagi pembaca.
Namun, cara khusus yang merupakan propaganda adalah pemggunaan bahasa. Diantara teknik propaganda yang paling umum, adalah; membuat rasa takut, prasangka, melebih-lebihkan, eufemisme, makian dan bahasa yang bermuatan.
Sehingga, harus diakui, kata-kata sangatlah hebat. Dalam periklanan, copywriter bersusah payah untuk membuat slogan yang panjangnya hanya lima kata. Efektivitas kata-kata sepenuhnya terpisah dari desain, penggunaan font, dan citra, sebagai hal-hal yang kita anggap menjadi prioritas dalam periklanan.
Kata-kata itu, dalam jangka waktu panjang, akan bergema dalam pikiran. Meskipun citra yang terbentuk mulai memudar.
Di dalam pikiran anda, tentu saja, hingga hari ini masih dapat mendengar kata-kata dari slogan iklan dari merek sebuah produk. Meskipun, sudah lama tidak menyaksikannya.
Ini adalah tehnik propaganda. Dengan kombinasi pengulangan yang tak henti-hentinya secara terus-menerus terhadap indra anda, dengan penggunaan bahasa dan frasa tertentu, telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari merek, orang, kebijakan, dan afiliasi politik.
Kata-kata memiliki kekuatan yang sangat besar. Namun, kita acapkali hanya menjadikannya sebagai alat komunikasi. Tapi, sering lupa memaknainya.
Sangat disayangkan, jika kata-kata hanya dimaknai oleh propagandis saja. Untuk kepentingan sekelompok orang saja. Tapi, tanpa kita sadari, secara sukarela, kita malah membantunya.*