Kajang Lako; Rumah Dan Kapal

Budaya & Seni

August 5, 2024

Jon Afrizal

Ukiran di bagian atas rumah Kajang Lako. (credits: Jon Afrizal/amira.co.id)

MASYARAKAT Jambi akrab dengan kajang lako. Tuturan sejarah lokal menyebutkan kajang lako adalah atap yang digunakan dari sebuah kapal pada masa kerajaan di masa lalu, meskipun tanpa keterangan tahun yang tepat.

Masyarakat maritim Asia Tenggara mengenal perahu kajang. Perahu ini ditemukan Malaysia, Vietnam, Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. 

Mengutip Kemendikbud, masyarakat di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Provinsi Sumatera Selatan, memiliki alat trasportasi sungai yang biasa disebut Kajang. Perahu kajang adalah alat transportasi sekaligus menjadi rumah pada masa lampau bagi masyarakat di sekitar Sungai Musi.

Dugaannya, alat transportasi tradisional ini berkembang sekitar masa kejayaan Kedatuan Sriwijaya, yakni di abad ke 7 hingga 13 Masehi.

Perahu Kajang menggunakan atap dari daun nipah yang terdiri dari tiga bagian. Yakni pada bagian depan atap yang disorong (kajang tarik), bagian tengah adalah atap yang tetap (kajang tetap), dan atap bagian belakang (tunjang karang).

Adapun bahan kayu yang digunakan untuk pembuatan perahu ini adalah kayu jenis rengas.  

Panjang perahu sekitar delapan meter dan lebar perahu dua meter. Buritan di bagian depan perahu terdapat tonjolan seperti kepala yang disebut selungku. Inilah ciri khas perahu Kajang.

Mengutip TribunSumsel, kajang (: atap) dari daun nipah inilah yang menjadi cikal namanya.

Sebagai tempat tinggal, perahu kajang dibagi menjadi bagian depan, bagian tengah dan bagian belakang. Bagian depan merupakan ruang untuk menyimpan barang-barang komoditas yang dijual, seperti barang tembikar dan untuk kemudi. Bagian tengah adalah ruang keluarga untuk tempat tidur. Bagian belakang adalah kamar mandi dan dapur.

Perahu kajang memiliki dayung dan kemudi yang terbuat dari kayu. Panjang dayung sekitar tiga meter, sedangkan panjang kemudi sekitar dua meter.

Sedangkan dayung dibuat dari kayu yang lebih ringan, sedangkan kemudi dari kayu berat yang bagian tepinya diberi lempengan logam. Kemudi ditempatkan di bagian belakang, sedangkan dayung digunakan di bagian depan.

Sementara itu, ratusan kilometer dari Kabupaten OKI, yakni di Desa Koto Rayo Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin Provinsi Jambi, ditemukan situs kuno yang disebut “Rumah Tuo Kajang Lako”.

Adapun suku yang berdiam di sana adalah Suku Batin. Masyarakat di sana menyebut Kajang Lako sebagai Rumah Tuo (: tua). Kajang Lako, awalnya dibangun sekitar tahun 1930-an.

Pahrudin, dari Program Pascasarjana Sosiologi Universitas Gadjah Mada dalam penelitiannya berjudul “Situs Koto Rayo dan kearifan tradisional di tepi sungai Batang Tabir” menyebutkan bahwa terdapat sebuah kerajaan di desa itu. Yakni Kerajaan Koto Rayo pada tahun masa Melayu Kuno di abad ke-3 hingga ke-5 Masehi.

Batang Tabir pada masa itu adalah sungai yang diarungi oleh banyak kapal. Batang Tabir berhulu ke Danau Kerinci dan bermuara ke Sungai Batanghari.

Kata batang, bagi masyarakat Jambi, adalah sebutan untuk sungai.

Di tepian Batang Tabir itu, lalu dibuatlah pemukiman. Adapun Koto Rayo, adalah lubuk, tempat ikan bersarang beranak pinak.

Ahmad Alim Wijaya, dari Program Studi Pendidikan Sejarah, Universitas Sriwijaya dalam penelitiannya berjudul “Nilai-nilai kearifan lokal rumah adat Kajang Lako di Jambi” menyatakan bahwa awalnya berfungsi sebagai tempat untuk mengadakan pertemuan dalam menyelesaikan permasalahan tertentu yang diketuai oleh tokoh adat di sana.

Rumah Tuo juga disebut kajang lako karena pada bagian atas rumah berbentuk seperti atap perahu.

Seperti pada awal tulisan ini, yang menceritakan tentang perahu kajang yang biasa digunakan di Asia Tenggara di era lampau.

Jika, kedua sudut bagian atas dibengkokkan maka akan terbentuk pola segitiga.

Rumah Kajang Lako berbentuk bangsal yakni ruangan empat persegi panjang dengan ukuran 9 meter x 12 meter. Rumah ini memiliki 30 tiang penyangga dan 24 tiang utama serta 6 tiang palamban.

Adapun bahan utama pembuatan rumah ini yaitu kayu Ulin dan Medang Batu. Untuk menjadi rumah, kayu-kayu ini dirangkai dengan teknik tradisional, yakni; sambung kait, tumpuan, serta pengait dengan teknik pasak.

Pada bagian atap atau yang biasa disebut bubungan, dibuat seperti perahu dengan ujung bagian atas melengkung yang biasa disebut lipat kejang.  

Sementara seni ukir menghiasi setiap sudut bangunan rumah. Umumnya adalah motif-motif flora dan fauna yang ada di Provinsi Jambi.

Yakni motif flora berupa Bungo Tanjung, Tampuk Manggis, dan Bungo Jeruk. Adapun motif fauna biasanya menggunakan motif ikan dan tanduk kerbau atau rusa.

Rumah Kajang Lako dibangun dengan aturan-aturan pembangunan yang sangat ketat. Yakni sedepo, sesiku, sejengkal, sekilan, selemijak, selangkah, sepenegak dan sepengawai.

Sehingga, disebut rumah adat, karena, tertanam beberapa nilai-nilai kearifan lokal di rumah Kajang Lako. Yakni sejak dari proses pembuatan hingga penggunaannya, tetap mengadopsi nilai historis, religius, kekeluargaan, gotong royong dan kerjasama.*

avatar

Redaksi