“Runding Dak Keno”, Dua Warga Desa Sumber Jaya Ditahan

Hak Asasi Manusia

November 25, 2023

Ahmad Wicaksana/Kumpe Ulu

Warga Desa Sumber Jaya yang memblokir ruas jalan di desanya, Kamis (22/11). (photo credits : citizen journalist/amira.co.id)

KENDATI telah memiliki surat perjanjian dengan pihak kepolisian, tetapi dua sopir yang mengangkut TBS dari Desa Sumber Jaya ditahan di Mapolda Jambi, Selasa malam, (21/11). Kedua sopir yang merupakan warga desa, ditahan berserta dua unit truk berisi TBS dengan jumlah muatan sekitar 16 ton.

Keesokan harinya, terungkap bahwa kedua sopir ditangkap karena dugaan pencurian dengan pemberatan (curat) TBS.

Warga Desa Sumber Jaya pun bereaksi atas penangkapan kedua sopir ini. Mereka memblokir ruas jalan Jambi – Suak Kandis yang melintas desa mereka.

Pemblokiran yang dilakukan sejak pukul 21.00 WIB pada Rabu malam (22/11) ini sebagai wujud ketidakpuasan warga. Warga merasa diingkari, karena sebelumnya mereka telah menandatangani surat perjanjian itu.

“Kami telah memiliki kesepakatan dengan pihak kepolisian, bahwa buah panen kami tidak akan ditangkap. Tetapi, faktanya, malah ditangkap,” kata Wak Dul, warga Desa Sumber Jaya.

Selain itu, warga juga meminta agar kedua supir dan truk dan isinya dilepaskan.

Dalam aksi pemblokiran itu, warga menyerakkan TBS panennya di ruas jalan. Sehingga lalu lintas pun terhenti.

Pemblokiran selama lebih dari 12 jam itu, akhirnya dibuka setengah ruas jalan, Kamis (23/11). Pihak Polda Jambi yang mendatangi warga desa yang berkumpul di balai desa, dan meninta agar blokir jalan dibuka setengahnya dengan tujuan agar warga yang lain boleh melintas.

Selanjutnya pihak Polda Jambi mengajak perangkat desa untuk berunding di kantor Polsek Kumpe Ilir. Setelah berunding, mereka pun mendatangi warga yang memang masih menunggu di balai desa.

“Tetapi tidak ada titik terang dari persoalan ini,” kata Mak Ngah, penduduk desa.

Akibatnya, warga pun meninggalkan pihak Polda Jambi, dan membubarkan diri.

Runding dak keno (tidak ada kesepakatan yang saling menguntungkan – red),” celetuk warga yang lain.

Warga desa melihat bahwa penangkapan itu adalah cara melemahkan perjuangan mereka. Sebab, kini, Bahusni ketua Serikat Tani Kumpe (STK) tengah menunggu palu vonis diketok PN Sengeti.

Bahusni didakwa melanggar Undang-Undang Perkebunan dengan hukuman 1 tahun penjara.

Persoalan ini berawal dari konflik agraria antara masyarakat Desa Sumber Jaya dengan PT Fajar Pematang Indah Lestari (FPIL). Perusahaan ini belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU), jika melihat dari aplikasi “Sentuh Tanahku” milik kementrian ATR/BPN.

Warga pun me-reclaim areal perusahaan itu di desa mereka seluas 322 hektare. Sebab, sejak awal faktanya PT FPIL tidak pernah mengajak warga untuk duduk berunding terkait pengusahaan lahan di desa mereka itu oleh perusahaan.

Jika sudah jadi konflik begini, patut juga ditanyakan, siapa yang dulu menjamin dan memberikan izin sehingga perusahaan dapat berkegiatan di sana..*

avatar

Redaksi