Penerapan SNI Optimalkan Produksi Sawit

Ekonomi & Bisnis

July 14, 2024

Zulfa Amira Zaed/Kota Jambi

Perkebunan sawit saat karhutla Agustus 2019. (photo credits: Jon Afrizal/amira.co.id)

BALAI Penerapan Standar Instrumen Pertanian (BPSIP) Jambi tengah melakukan sosialisasi tentang Penerapan SNI 8211:2015 Benih Sawit. Ini bertujuan untuk mengoptimalkan produksi sawit.

Mengutip laman resmi BPSIP Jambi yang di-posting pada Selasa (25/6), Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang ditetapkan Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan berlaku secara nasional. Ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 102 tahun 2000 tentang standardisasi nasional.

“Standar ini merupakan spesifikasi teknis yang dibuat berdasarkan kesepakatan pemangku kepentingan; yakni pemerintah, produsen, konsumen, dan pakar melalui konsensus,” kata penyulih pertanian, Fahri Novaldi.

Sedangkan SNI 8211:2015 adalah SNI tentang benih sawit. Standar ini menetapkan persyaratan mutu benih sawit, yang meliputi persyaratan mutu produksi benih, persyaratan mutu kecambah, persyaratan teknis pengemasan, persyaratan pertumbuhan benih sawit, dan layanan purna jual.

“SNI benih sawit disusun sebagai upaya untuk meningkatkan quality assurance  (jaminan mutu) benih sawit,” katanya.

Kecambah sawit, katanya, adalah benih yang dapat diperdagangkan dan sangat berpengaruh terhadap produktivitas perkebunan sawit yang menggunakannya. Sehingga diperlukan persyaratan teknis untuk memproduksi kecambah dan mutu kecambah yang dihasilkan.

Penerapan SNI dianggap penting, karena industri sawit adalah satu sektor ekonomi paling penting di Provinsi Jambi.

Sawit menjadi komoditas utama dengan luasan area dan produksi yang terus meningkat. Berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2023, jumlah usaha pertanian perorangan yang mengusahakan sawit terdaata lebih dari 271.000 unit.

“Sawit menjadi sumber pendapatan utama bagi petani di Jambi. Namun, pada sisi lain, produktivitas perkebunan sawit rakyat masih rendah jika dibandingkan dengan perkebunan sawit swasta,” katanya.

Menurut data Statistik Perkebunan Kementerian Pertanian tahun 2020, produktivitas kebun sawit rakyat adalah 3.429 ton per hektare. Angka ini berada di bawah rata-rata nasional, yakni 3,89 ton per hektare. Sedangkan produktivitas perkebunan milik negara telah mencapai 4,4 ton per hektare, dan swasta 4,2 ton per hektare.

Satu faktor penyebab dari rendahnya produktifitas perkebunan sawit rakyat (PSR), katanya, adalah penggunaan benih yang tidak berkualitas atau tidak sesuai standar 8211:2015.

Penggunaan benih tidak unggul oleh petani sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor. Seperti; pengetahuan tentang benih unggul sawit yang masih rendah, akses pasar penjualan benih yang terbatas, modal yang terbatas, dan penjualan benih tidak unggul oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Benih unggul, katanya, adalah benih yang telah tersertifikasi oleh sertifikasi SNI. BSN telah menerbit SNI 8211: 2015 terkait dengan benih sawit.

Selain itu, juga perlu ditingkat terkait pengetahuan tentang perawatan, pemupukan, dan pengendalian hama penyakit tanaman yang belum sesuai SOP yang juga menyebabkan rendahnya produktifitas sawit rakyat.*

avatar

Redaksi