Masyarakat Adat Batin Sembilan: Tugas Belum Selesai

Hak Asasi Manusia, Lingkungan & Krisis Iklim

October 21, 2023

Zulfa Amira Zaed/Bungku

Aini, anggota masyarakat hukum adat Batin Sembilan di Simpang Macan Luar yang sedang menjelaskan linimasa konflik yang dihadapi hingga penyelesaiannya, saat ini. (photo credit: Zulfa Amira Zaed/amira.co.id)

“Kami patroli tiga kali dalam satu minggu. Minggu lalu, kami mengusir perambah dan melakukan pemadaman api dengan peralatan seadanya,” Kata Yunani.

YUNANI (39), bukan perempuan biasa. Ia adalah Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Maju Besamo yang berasal dari masyarakat hukum adat Batin Sembilan Desa Bungku Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi.

Bagi Yunani, hutan yang saat ini ia huni adalah pusaka turun temurun yang harus ia pertahankan demi masa depan anak cucu. Mulia.

Langkahnya tak melulu mulus dalam mempertahankan tanah yang ia cintai dalam setiap darah dan air matanya. Kerap ia harus bertemu dengan perambah yang datang untuk merusak kawasan yang mereka huni dan kelola. Perjalanannya penuh onak dan duri.

“Kemarin kami ajak bicara baik-baik para perambah itu, mereka sebanyak lima orang. Kami juga menyita barang bukti berupa parang sebanyak lima buah pula. Setelah itu mereka pergi,” tegas perempuan yang kerap disapa Yuk Nani tersebut.

Masyarakat hukum adat yang hidup di kawasan hutan, rentan mengalami konflik tenurial dengan berbagai pihak, seperti konflik dengan sesama anggota masyarakat hukum adat, antara masyarakat hukum adat dengan pemegang izin, dan antara masyarakat dengan perambah.

Bukan persoalan yang mudah, namun skema Perhutanan Sosial (PS) dapat menjadi penyelesaian. Minim koflik dan saling menguntungkan.

Penyelesaian konflik tenurial menurut Peraturan Menteri LHK No.9 tahun 2021 menyebutkan penanganan konflik tenurial kawasan hutan dapat diselesaikan melalui Perhutanan Sosial.

Dedi Gustian, pendamping KTH Maju Besamo dari Yayasan CAPPA Keadilan Ekologi menggaris bawahi bahwa status PS tak serta merta menghilangkan sandungan yang harus dilalui masyarakat hukum adat.

“Lebih dari delapan tahun kami mendampingi masyarakat hukum adat Batin Sembilan yang berada di Simpang Macan Luar. Tak sedikit konflik yang mereka hadapi namun dapat diatasi dengan kolaborasi multipihak,” kata Dedi pada Kamis (19/10).

Meski tantangan selalu ada, namun ia berharap serumit apapun konflik yang dihadapi dapat terselesaikan dengan komunikasi.*

avatar

Redaksi