TBC Mengancam Batanghari
Hak Asasi Manusia
July 19, 2023
Muhammad Al Fikri/Muaro Bulian

(: WHO/Sarah Pabst)
KASUS Tuberculosis atau TBC masih jadi ancaman di Kabupaten Batanghari. Dinas Kesehatan Kabupaten Batanghari menyatakan sebanyak 443 warga dinyatakan positif TBC pada tahun 2023 ini. Sebanyak 193 orang sedang menjalani pengobatan.
Kepala bidang pencegahan dan pengendalian penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Batanghari, Nurjali mengatakan TBC yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis menyebar di 80 desa dan kelurahan di Kabupaten Batangari.
“Kami terus berupaya untuk melakukan pengobatan terhadap para penderita,” katanya baru-baru ini.
Terkait 193 orang yang masih menjalani pengobatan, katanya, para pasien dianjurkan rutin minum obat selama enam bulan. Dan, tentunya menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Sebab penyebab munculnya penyakit TBC adalah karena lingkungan yang tidak bersih dan tidak sehat.
World Health Organization (WHO) menyatakan TBC berada di peringkat kedua sebagai penyakit menular yang mematikan. Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah pengidap TBC terbanyak di Asia Tenggara. Merujuk data 2012, jumlah pengidap TBC yang mencapai 305 ribu jiwa.
Menurut halodoc.com, penyakit TBC dapat fatal jika tidak segera diobati. Bakteri dapat merusak organ paru-paru maupun organ lain yang terinfeksi. Komplikasi penyakit TBC, akan terjadi berupa nyeri punggung, dan kerusakan sendi yang mempengaruhi pinggul dan lutut. Selain itu, pembengkakan selaput yang menutupi otak (meningitis).
Kondisi ini ditandai dengan sakit kepala yang berlangsung lama. Selanjutnya masalah hati atau ginjal, dan peradangan dan penumpukan cairan pada paru-paru dapat mengganggu kemampuan jantung untuk memompa (tamponade jantung). Selain itu, tuberkulosis juga dapat menyebabkan kondisi lainnya seperti erythema nodosum.
Bakteri mycobacterium tuberculosis dapat menular lewat semburan air liur ketika pengidap TBC batuk, bersin, bicara, tertawa atau bernyanyi. Meskipun cara penularannya mirip dengan pilek atau flu, TBC tidak menular semudah itu.
Sebab harus terjadi berkontak dekat dengan pengidap TBC dalam waktu lama (beberapa jam) untuk dapat menularkan penyakit ini.
Tes Mantoux atau tuberculin skin test (TST) adalah satu alat diagnosis yang paling umum digunakan. Melalui tes ini, zat tuberkulin disuntikkan tepat di bawah kulit lengan. Dalam 48 hingga 72 jam, dokter akan memeriksa pembengkakan pada tempat suntikan. Seseorang dinyatakan positif TBC apabila timbul benjolan merah di area suntikan.
Dokter juga kemungkinan akan meresepkan lebih dari satu obat untuk pengobatan TBC. Seperti pirazinamid. isoniazid, rifampisin. etambutol dan rifapentin.
Obat TBC juga dapat menimbulkan efek samping. Yakni warna urine yang menjadi kemerahan, timbulnya gangguan penglihatan, gangguan saraf dan gangguan fungsi liver.
Sehingga dokter akan menyesuaikan jenis, dan dosis pengobatan TBC berdasarkan usia dan keparahan TBC. Khususnya bagi pengidapnya yang masih anak-anak atau ibu hamil.
Efektif tidaknya pengobatan TBC memerlukan waktu selama beberapa minggu. Pengobatan pun bergantung pada kesehatan pengidapnya secara keseluruhan dan tingkat keparahan TBC. Konsumsi obat selama 6 bulan adalah cara terbaik untuk memastikan bakteri TBC mati.*
