Keroyok Konsumen, “Mata Elang” Ditangkap Polisi
Hak Asasi Manusia
December 20, 2025
Achmad Wicaksana/Kota Jambi

Mata Elang. (credits: Polres Gresik)
“Tidak menggunakan cara ancaman kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan konsumen.” Pasal 62 ayat 2 POJK 22/2023
DUA orang “mata elang” (debt collector) berinisial DA (38) dan SH (29), ditangkap polisi Polres Kerinci di Sungai Penuh, Provinsi Jambi, Selasa (16/12). Keduanya telah mengeroyok nasabah inisial M, ketika hendak menarik mobil yang digunakan nassabah itu.
“Kejadian berawal ketika enam orang yang mengaku sebagai debt collector dari satu perusahaan pembiayaan mendatangi M, untuk melakukan penarikan satu unit mobil Toyota Rush warna hitam,” kata Kasat Reskrim Polres Kerinci AKP Very Prasetyawan, mengutip Detik, Kamis (18/12).
Peristiwa itu terjadi di Jalan Pancasila, Kelurahan Pondok Tinggi, Kecamatan Pondok Tinggi, Kota Sungai Penuh, Jambi, pada Selasa (16/12), sekitar pukul 12.00 WIB.
Ketika itu, kata Kasat Reskrim, dua orang diantaranya, yakni tersangka DA (38) dan SH (29), mendekati kendaraan dan berkomunikasi dengan M terkait kepemilikan kendaraan tersebut. Sedangkan empat orang lainnya menunggu di sekitar lokasi.
Namun, ketika proses komunikasi berlangsung, seorang pria berinisial DS, yang adalah kerabat dari korban M, mendatangi para tersangka dan terlibat adu mulut. DS pun, lalu, berteriak meminta pertolongan, sehingga warga sekitar lokasi pasar malam pun mendekati tempat kejadian perkara (TKP).
Selanjutnya, terjadi perkelahian antara DS dan M, dengan dua mata elang berinisial DA dan SH. Dan pada saat perkelahian itu, tersangka DA diduga mengambil benda keras berupa besi yang berada di sekitar lokasi dan memukulkannya ke arah korban DS dan M.
Akibatnya, korban mengalami luka di bagian kepala dan tangan. Dan setelah kejadian tersebut, para korban melaporkan peristiwa yang dialaminya ke Polres Kerinci.

Debt Collector. (credits: Humas Polda Kepuluan Bangka Belitung)
Berdasarkan alat bukti yang cukup dan hasil gelar perkara pada Rabu (17/12), maka penyidik menyimpulkan telah terpenuhi unsur tindak pidana kekerasan secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP. Yakni, “Barang siapa yang di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam karena melakukan penyerangan dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan”.
Sehingga, katanya, penyidik menetapkan DA dan SH sebagai tersangka. Dan selanjutnya keduanya ditahan di Rutan Polres Kerinci guna kepentingan penyidikan.
“Penyidik juga masih melakukan pendalaman terhadap kemungkinan adanya peran pihak lain, serta melengkapi berkas perkara untuk proses hukum lebih lanjut,” katanya.
Mengutip laman Mahkamah Agung, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang “Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan” (POJK 22/2023) yang membatasi aksi pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) atau “debt collector” atau “mata elang” dalam penagihan kredit ke konsumen atau masyarakat.
Pada asal 62 ayat 2 dan Pasal 62 ayat 3 POJK 22/2023 menggariskan PUJK wajib memastikan tindakan-tindakan penagihan yang dilakukan; tidak menggunakan cara ancaman kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan konsumen, tidak menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal, tidak kepada pihak selain konsumen, tidak secara terus menerus yang bersifat mengganggu, dan, penagihan di tempat alamat penagihan atau domisili konsumen.
Selain itu; hanya pada hari Senin sampai dengan Sabtu di luar hari libur nasional dari pukul 08.00 – 20.00 waktu setempat, penagihan di luar tempat dan/atau waktu anya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian dengan konsumen terlebih dahulu, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
Jika melanggar, maka akan diberikan sanksi administratif menyangkut tindakan-tindakan dalam penagihan tertuang dalam Pasal 62 ayat 4, 5, dan ayat 6 POJK 22/2023. Yakni; peringatan tertulis, pembatasan pembatasan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya, pembekuan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya, dan, pemberhentian pengurus.
Juga; denda administratif, pencabutan izin produk dan/atau layanan, dan/atau pencabutan izin usaha. Adapun denda administratif paling banyak adalah IDR 15 milliar.
Jika konsumen merasa keberatan, maka dapat konsumen dapat melapor ke OJK melalui kanal pengaduan melalui Call Center 157, dan, email resmi di konsumen@ojk.go.id.*
