Skandal Judol: Kewenangan Mengakses Sistem

Ekonomi & Bisnis

November 15, 2024

Jon Afrizal

Ilustrasi scandal. (credits: depositphotos)

SETELAH Polri menyelidiki situs judi online (judol) “Sultan Menang”, keberadaan “kantor satelit” pun terkuak. Sebanyak 10 pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang ditetapkan sebagai tersangka berkait dengan keberadaan “kantor satelit” di sebuah ruko yang terletak di kawasan Galaxy, Bekasi. 

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Sym Indradi mengatakan, pegawai Kementrian Komdigi yang terlibat dalam “kantor satelit” itu bertindak atas kehendak sendiri, dan tanpa diketahui kementerian.

“Kantor itu memiliki 12 orang karyawan. Sebanyak delapan orang adalah operator, dan empat lainnya sebagai admin,” katanya, mengutip Detik, Jumat (1/11).

“Kantor satelit” ini dikendalikan oleh tiga orang yang juga telah ditetapkan. Yakni AK, AJ, dan A.

Sementara A masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO).

Sedangkan M, yang sebelumnya DPO telah berhasil tertangkap, di Bandara Soekarno Hatta, Minggu (10/11).

MN berperan menyetorkan list website dan uang. Sedangkan tersanka lainnya, DM berperan menampung uang hasil judol.

Polisi mengungkapkan total tersangka dalam kasus ini adalah 18 orang, dimana 10 diantaranya adalah pegawai Kementrian Komdigi.

Terkait tersangka AK, diketahui pernah mendaftar seleksi sebagai calon tenaga pendukung teknis sistem pemblokiran konten negatif yang bersifat terbatas di Komdigi pada tahun 2023. Namun, ia tidak lolos.

Menteri Komdigi Meutya Hafid. (credits: Komdigi)

Faktanya, tersangka AK malah dipekerjakan dan diberi kewenangan untuk mengatur pemblokiran website judol. Sehingga, AK dan timnya memiliki akses untuk membuka-menutup blokir situs judol.

Polisi pun menggeledahan tempat-tempat yang terkaot dengan kasus ini. Termasuk Gedung Kementrian Komdigi.

Dari penggeledahan itu, polisi menyita sejumlah barang bukti. Seperti, uang tunai senilai IDR 73.7, dalam bentuk mata uang Rupiah (IDR), dollar Amerika (USD), dan dolar Singapura (SGD).



Polisi pun menyita 215 gram logam mulia, dua senjata api, 16 unit mobil, 11 buah jam tangan mewah, 1 unit sepeda motor, empat unit bangunan, dan 20 lukisan.

Juga, 34 unit handphone, 23 unit laptop, 16 unit monitor, dan empat unit tablet.

“Aset-aset yang disita polisi ini nantinya akan dikembalikan ke negara,” katanya.

Polisi juga telah mengajukan pemblokiran terhadap 47 rekening milik tersangka.

Sementara itu, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Ditjen Aptika) Kementerian Komdigi telah memblokir 94.720 konten terkait judi online dalam periode 3 hari. Yakni sejak Sabtu (9/11) hingga Senin (11/11).

“Kami juga menemukan sejumlah grup di Telegram dan WhatsApp yang mempromosikan judol, dan direkomendasikan untuk ditutup secepatnya,” kata Plt. Direktur PAI, Kementrian Komdigi, Syofian Kurniawan, mengutip CNBC Indonesia.

Terhitung sejak 20 Oktober hingga 11 November 2024, Kementrian Komdigi telah menangani 262.034 konten perjudian.

Dengan rincian website atau situs plus Internet Protocol (IP) 249.660 konten, Meta 11.015 konten, file sharing 5.562 konten, Google/Youtube 2.136 konten, X (dahulu Twitter) 1.035 konten, Telegram 40 konten, Tiktok 37 konten dan App Store 1 konten.

Menteri Komdigi Meutya Hafid mengatakan para pegawai Komdigi yang terlibat kasus ini telah dinonaktifkan.

Nama-nama lainnya yang mungkin terlibat saat ini masih dalam proses verifikasi dan menunggu koordinasi lanjutan antara Ditjen Aptika Kementerian Komdigi dengan Kepolisian Republik Indonesia. Verifikasi ini akan memastikan kejelasan identitas bagi pegawai yang diamankan.

“Kami mengedepankan asas praduga tak bersalah. Dan akan memberikan sanksi berat kepada para pegawai yang terlibat judol apabila sudah ada keputusan inkrah,” katanya, mengutip detikInet, Selasa (5/11).

Menurutnya, upaya pemberantasan judo akan terus berlanjut hingga permasalahan ini benar-benar terselesaikan. Perang melawan judol, katanya, adalah upaya jangka panjang, dan bukan operasi sesaat atau yang dibatasi waktu.*

avatar

Redaksi