Pers Indonesia Tidak Sedang Baik-Baik Saja
Hak Asasi Manusia
November 7, 2024
Jon Afrizal
Tugu Pers, Kota Jambi. (credits: Jon Afrizal/amira.co.id)
JURNALISME yang layak adalah syarat mutlak untuk demokrasi. Namun, Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) nasional pada tahun 2024 justru menurun.
IKP tahun 2024 berada pada angka 69,36. Penurunan ini telah terjadi untuk kedua kalinya.
“Penurunan angka IKP tahun 2024 memperlihatkan, bahwa kondisi pers nasional tidak sedang baik-baik saja. Ini dapat dilihat dari lingkungan ekonomi, hukum, maupun politik yang berpengaruh terhadap angka IKP nasional,” kata Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, mengutip RRI, Selasa (5/11).
Pada tahun 2023, katanya, IKP nasional berada di posisi 71,57. Menurun cukup tajam, dari IKP tahun 2022 yang mencapai 77,88.
“Lingkungan ekonomi, politik, dan hukum tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah saja. Tetapi, juga oleh pihak swasta dan instansi lain yang terkait dengan pers,” katanya.
Terlihat dari lingkungan ekonomi, katanya, masih banyak media yang menggantungkan diri kepada pemerintah daerah. Tentu saja berpengaruh pada independensi pers dalam menjalankan peran kontrol sosialnya.
Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) berada di peringkat pertama (80,9) pada IKP nasional 2024 ini. Adapun nilai yang didapat, adalah; 82,73 untuk Lingkungan Politik, 79,33 untuk Lingkungan Ekonomi, dan 78,89 untuk Lingkungan Hukum.
Provinsi 10 teratas IKP nasional 2024, adalah; Kalimantan Selatan (80,91), Kalimantan Timur (79,96), Kalimantan Tengah (79,58), Bali (79,42), Daerah Istimewa Yogyakarta (77,71), Riau (76,63), Kalimantan Utara (75,45), Jawa Tengah (75,06), Bengkulu (74,34), dan Banten (74,09).
Anggota Dewan Pers Atmaji Sapto Anggoro, mengatakan angka IKP 69,36 diperoleh dari rerata variabel lingkungan fisik politik sebesar 70,06. Juga lingkungan ekonomi sebesar 67,74, dan lingkungan hukum sebesar 69,44.
“Terkhusus pada variabel ekonomi, skor rendah dipengaruhi oleh indikator independensi kelompok kepentingan yang kuat. Dan juga soal tata kelola perusahaan pers yang baik,” katanya.
Selain itu, katanya, kekerasan dan serangan digital terhadap pers, juga menjadi satu indikator penting yang membuat kemerdekaan pers merosot. Seperti yang terungkap dalam pemberitaan media terkait kasus korupsi maupun isu-isu lingkungan.
Laman Reporters Without Borders (RSF) menyebutkan kebebasan pers di Indonesia berada pada posisi 111 dari 180 negara di dunia. Adapun indikatornya adalah politik, ekonomi, legislasi, sosial dan keamanan.
“Jurnalisme yang layak adalah syarat bagi sistem demokrasi dan pelaksanaan kebebasan politik,” kata Anne Bocande, direktur editorial RSF, mengutip laman Reporters Without Borders (RSF).
Menurutnya, negara-negara dan kekuatan politik lainnya telah memainkan peran yang semakin menurun dalam melindungi kebebasan pers. Ketidakberdayaan ini berjalan seiring dengan tindakan yang lebih bermusuhan yang melemahkan peran jurnalis, atau bahkan memanfaatkan media melalui kampanye yang tidak sesuai ataupun disinformasi.
“Semakin banyak pemerintah dan otoritas politik yang tidak memenuhi peran mereka sebagai penjamin lingkungan terbaik bagi jurnalisme dan hak publik atas berita dan informasi yang dapat diandalkan, independen, dan beragam,” katanya.
RSF melihat adanya penurunan yang mengkhawatirkan dalam dukungan dan penghormatan terhadap otonomi media dan peningkatan tekanan dari negara atau aktor politik lainnya.
“Dikarenakan lebih dari separuh populasi dunia akan pergi ke tempat pemungutan suara pada tahun 2024, RSF memperingatkan adanya tren yang mengkhawatirkan yang terungkap oleh Indeks Kebebasan Pers Dunia tahun 2024 ini,” katanya.*