Lagi, Siswa Kembali Dirumahkan

Daulat

October 19, 2023

Jon Afrizal/Kota Jambi

Perluasan perkebunan komoditas sawit kerap menjadi faktor penyebab Karhutla di Provinsi Jambi. (photo credits: Jon Afrizal/amira.co.id)

KONDISI kabut asap akibat Karhutla menyebabkan siswa sekolah di Kota Jambi kembali dirumahkan, sejak Rabu (18/10). Meskipun, secara praktek mereka tetap belajar dengan proses pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau daring.

Adapun siswa yang belajar secara online ini adalah sejak dari tingkat PAUD, TK, SD, dan SMP sederajat. Ini berlaku untuk siswa negeri dan swasta.

Direncanakan, merumahkan siswa diberlakukan hingga tiga hari ke depan, yakni hingga Jumat (20/10). Kebijakan ini dilakukan melalui Surat Edaran Wali Kota Jambi nomor 21/EDR/HKU/2023 tanggal 17 Oktober 2023 tentang pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (KBM) pada masa kabut asap di Kota Jambi.

“Kami setuju dengan keputusan ini. Sebab kabut asap berbahaya bagi kesehatan anak,” kata Tuti, warga Kota Jambi, Rabu (18/10).

Meskipun demikian, katanya, anak juga mendapatkan tugas berupa pekerjaan rumah yang harus mereka selesaikan selama proses pembelajaran daring ini. Tetapi, tentu saja menjadi tugas tambahan bagi orang tua. Sebab mereka harus mengawasi anak yang belajar di rumah.

“Sementara pekerjaan saya di kantor tidak mungkin saya tinggalkan,” kata pegawai swasta ini lagi.

Kabut asap akibat Karhutla benar-benar memberikan banyak efek buruk bagi banyak orang. Ancaman terhadap kesehatan adalah yang utama.

Selain juga terganggunya proses belajar siswa. Serta tugas tambahan bagi orang tua murid.

Sementara itu, para petugas di lapangan, baik itu TNI, Polri, Polhut, Manggala Agni, Damkar, security perusahaan, ranger serta yang lainnya masih berjibaku mengatasi kebakaran di banyak areal hutan dan lahan, baik di tanah mineral maupun gambut.

Wajah-wajah tegang, bahkan cenderung letih karena kurang istirahat. Para petugas yang selalu harus berada dalam kondisi siap siaga setiap saat untuk menanggulangi kebakaran.

Para petugas yang harus memadamkan api yang terjadi akibat perambahan hutan dan lahan. Akibat kerakusan segelintir orang yang ingin memperkaya diri dengan cara meluaskan kebun mereka.

Kebun komoditas sawit, demikian fakta di lapangan berbicara.

Sementara pasokan air baik di anak-anak sungai maupun danau buatan mulai mengalami kekeringan. Hingga butuh waktu lama untuk memadamkan titik-titik api dengan jarak yang berbeda-beda jangkauannya.

Kejadian Karhutla, tidak segampang melihat di peta. Melihat titik-titik berwarna hijau, kuning atau merah, saja.

Tapi, lebih dari itu, melihat manusia-manusia yang rela mengorbankan waktu dan nyawa untuk memadamkan titik-titik api. Apapun istilahnya, tetap saja titik api yang harus mereka padamkan.

Sebab, panas adalah berasal dari api. Sementara api dibuat oleh manusia, dan api tidak dapat terjadi sendiri secara serta merta.

Apapun teori tentang lahan yang terbakar sendiri, semisal di lahan gambut, tidak dapat dibuktikan dan terbantahkan dengan fakta-fakta real di lapangan.

Sejauh ini, tanda-tanda akan memasuki awal musim penghujan masih belum terlihat. Padahal, satu satunya cara ampuh untuk menghilangkan kabut asap dan Karhutla adalah dengan hujan alami, pada awal musim penghujan.*

avatar

Redaksi