Kutukan Pulau Emas

Lingkungan & Krisis Iklim

March 10, 2024

Jon Afrizal

Pangkalan Jambu, tempat pencarian emas sejak masa Cindua Mato.* (photo credits : Jon Afrizal/amira.co.id)

“Para bangsawan telah menyiapkan senjatanya,

Dari bagian barat pantai Lusitana,

Menuju lautan yang sebelumnya belum pernah diarungi,

Mereka melintasi Taprobana,

Dalam bahaya dan peperangan,

Lebih kuat dari kekuatan manusia yang pernah ada sebelumnya,

Dan di antara orang-orang terpencil itu,

Mereka membangun kerajaan baru, yang diberkati.”

CATATAN silam, yang secara umum disebut dokumen sejarah, telah menjadi pengingat bahwa sumber daya alam (SDA) yang tidak dikelola dengan baik, dapat berubah menjadi “senjata makan tuan.”

Kutukan bagi Pulau Emas, sebutan lain untuk Sumatera telah terjadi saat ini. Seperti legenda King Midas, yang bahkan tidak dapat lagi memakan apapun juga, setelah apa yang disentuhnya berubah menjadi emas.

Praktek pencarian emas, yang terjadi sejak lama, di sini, di Provinsi Jambi, telah memberikan efek mengerikan dari tradisi mendulang yang kini berubah bentuk menjadi membalik bumi dengan menggunakan eskavator itu.

Huluan Jambi, adalah saksi bisu berabad-abad lamanya, tentang bagaimana SDA emas menjadi cara lain bagi manusia untuk memasuki dunia yang tak berujung. Labirin yang menyesatkan dimana; candu, kerusakan alam dan manusia, eksploitasi, perang, dan intrik berasal dari satu kata : Serakah.

Kitab Yahudi, Melakim (Raja-raja), pada pasal 9 menerangkan tentang raja Israel Solomo (Sulaiman), yang menerima 420 talenta emas dari Hiram, raja Tirus yang menjadi bawahan dia. Emas itu didapatkan dari negeri Ofir. Kitab Al-Qur’an, Surat Al-Anbiya’ 81, menerangkan bahwa kapal-kapal Nabi Sulaiman berlayar ke “tanah yang Kami berkati atasnya”.

Banyak ahli sejarah sepakat bahwa Ofir atau Ophir adalah mengacu pada Gunung Talamau di Nagari Talu Pasaman Barat, Sumatera Barat.

Dokumen Yunani tahun 70 Masehi , Periplous tes Erythras Thalasses, menyebutkan bahwa Taprobana juga dijuluki chryse nesos, yang artinya pulau emas. Para pedagang Arab menyebut Sumatera dengan nama Serendib atau Suwarandib. Dalam bahasa Sansekerta, dikenal nama Suwarnadwipa (pulau emas) atau Suwarnabhumi (tanah emas).

Kisah Cindua Mato dari Minangkabau yang terkenal, telah mencatatkan nama Pangkalan Jambu, daerah di antara Kabupaten Merangin dan Kerinci, sebagai tempat pencarian emas. Yang kala itu berhubungan dengan jual-beli emas di wilayah kekuasaan Inggris di Muko-Muko, Bengkulu.

Hingga hari ini, Taprobana (Sumatera), seperti yang dikutip dari puisi Os Lusiadas karya Luis de Camoes pada tahun 1580 diawal tulisan ini, seperti tiada habisnya.

Banyak tauke emas berdatangan silih berganti ke huluan Jambi. Baik atas nama pribadi, perusahaan ataupun kekuasaan.

Sejauh ini, tidak pernah dapat dibuktikan, bahwa kehidupan rakyat telah dimakmurkan dengan emas. Para pekerja, yang bahkan telah berhutang sebelum ia bekerja.

Rumah-rumah mereka yang tidak memiliki barang-barang dengan kategori mewah, dan kehidupan mereka yang selalu bekerja sepanjang masih ada kekuatan tubuh untuk bekerja setiap hari.  

Termasuk susahnya untuk mengkonsumsi air bersih, karena anak-anak sungai yang rusak oleh kekeruhan lumpur dan zat mercury, pun susahnya untuk mendapatkan sayuran, dan tanah yang terbalik-balik dan tidak dapat dimanfaatkan lagi.

Semua ini, kontras dengan Emas yang berkilau indah.

Ada yang salah dengan pengelolaan SDA emas yang dilakukan selama ini. Dan semestinya harus diperbaiki.*

avatar

Redaksi