Bahusni : Kewenangan Saya Hanya Penyelesaian Konflik
Hak Asasi Manusia
October 13, 2023
Zachary Jonah/Sengeti
Satu sisi di Desa Sumber Jaya Kecamatan Kumpe Ulu Kabupaten Muarojambi. (photo credits : Jon Afrizal/amira.co.id)
BAHUSNI, terdakwa pelanggaran Undang-Undang Perkebunan diperiksa oleh majelis hakim PN Sengeti, Rabu (11/10). Pemeriksaan ini terkait kewenangannya sebagai Ketua Serikat Tani Kumpe (STK).
“Saya, memang, ditunjuk oleh masyarakat Desa Sumber Jaya. Sehingga apapun tindakan yang saya lakukan adalah berdasarkan rapat bersama, dan diketahui oleh perangkat desa,” katanya kepada tiga orang majelis hakim.
Adapun pertanyaan lebih banyak diberikan oleh majelis hakim. Sementara jaksa penuntut umum (JPU), tidak terlalu banyak bertanya.
Majelis hakim bertanya tentang kewenangan Bahusni. Seperti; apakah ia menyuruh, terlibat dan ikut serta dalam proses reclaiming hingga panen di areal PT Fajar Pematang Indah Lestari (FPIL).
Tentu saja, ditemukan banyak fakta-fakta baru di persidangan. Seperti; sebelum melakukan reclaiming dan panen, masyarakat telah menyurati banyak pihak termasuk PT FPIL. Meskipun, tak satu pun surat-surat itu yang dibalas dan ditindaklanjuti.
Tetapi, majelis hakim tidak tertarik dengan fakta-fakta baru itu. Majelis hakim lebih memilih pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan dakwaan pidana dari JPU. Dan, tidak begitu peduli dengan fakta-fakta baru yang terungkap di persidangan.
Meskipun materi pertanyaan-pertanyaan adalah sepenuhnya hak prerogatif majelis hakim.
Seperti yang dinyatakan saksi ahli bidang hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hajar pada persidangan sebelumnya, persoalan ini adalah sengketa masyarakat dengan PT FPIL. Dan bukan sengketa orang per orang.
Sehingga adalah tidak tepat jika perkara ini di-pidana-kan. Sebab, katanya, konflik agraria masuk dalam ranah perdata.
Tetapi, sama seperti sidang-sidang sebelumnya, pertanyaan majelis hakim yang lebih aktif ketimbang JPU, mengarah ke pertanyaan-pertanyaan pidana, seperti pencurian, menyuruh orang lain, dan ikut serta.
Hal-hal yang terkait kebaruan, misalnya tentang asal muasal objek lahan yang adalah wilayah kelola masyarakat, dengan cepat dipotong dan diganti dengan pertanyaan lain yang mengarah ke dakwaan pidana.
“Jika kami dituduh menyerobot lahan PT FPIL, maka seharusnya perusahaan juga mendapatkan tuduhan yang sama. Toh, lahan yang mereka kelola saat ini adalah tanpa persetujuan masyarakat Desa Sumber Jaya,” kata Bahusni.
Konflik agraria, adalah perkara yang dianggap lumrah di Provinsi Jambi. Kekacauan sistem administrasi perizinan telah menyebabkan tujuh konflik agraria prioritas diteruskan ke Kementerian ATR/BPN.
Konflik agraria antara masyarakat Desa Sumber Jaya dengan PT FPIL juga termasuk prioritas untuk diselesaikan secepatnya. Setelah dua tahun konflik ini bergulir, dan banyak pihak, terutama dari pemerintah, yang terlibat dalam proses penyelesaian konflk ini, seperti rekomendasi pencabutan izin dari DPRD Provinsi Jambi, misalnya.
Namun, majelis hakim kurang tertarik dengan penjelasan ini. Seperti sidang-sidang sebelumnya, majelis hakim hanya tertarik dengan dakwaan pidana terhadap Bahusni.*