Perang Gerilya Di Huluan Djambi
Daulat
May 24, 2024
Jon Afrizal
Wilayah Sungai Manau, Merangin, diperkirakan tahun 1915. (credits : KITVL)
AGRESI Militer ke-2. Belanda dengan membonceng sekutu ingin mengacau Timur Raya kembali. Keresidenan Djambi diserang di banyak titik. Satu per satu, renah di mudik dikuasai oleh pasukan Belanda.
Pertempuran demi pertempuran terjadi. Termasuk di Kasiro, Batangasai, dan Sungai Pinang, Sungai Manau, yang kala itu termasuk dalam wilayah Kewedanan Sarolangun.
Mengutip Supian, dari Departemen Sejarah, Seni dan Arkeologi, Universitas Jambi dalam Pertempuran Kasiro – Sungai Pinang Batangasai Menghadapi Agresi Belanda Militer Belanda II DI Kewedanan Sarolangun 1948-1949, perang gerilya ini terjadi selama berbulan-bulan. Pertempuran berhenti ketika pasukan mendapatkan surat perintah untuk menghentikan tembak-menembak. Yakni beberapa saat sebelum tanggal 27 Desember 1949, dan Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS).
Pasukan Belanda masuk ke Sungai Pinang, Sungai Manau pada bulan Mei 1949. Komandan TNI sektor Batang Asai kala itu adalah Sayuti Makalam. Peperangan yang tak terelakan.
Selanjutnya, Belanda terus menuju ke Batang Asai melalui Dusun Selango dan Payo Sikumbang.
Situasi tidak menguntungkan. Seluruh perangkat pemerintahan dan TNI yang berada di Batang Asai harus menyingkir ke tepian seberang kantor Marga, di Bukit Perayun.
Setelah rombongan menginap semalam, maka datanglah Letnam Satu M. Thalib. Ia telah melaporkan kondisi ini ke Muara Siau.
Ia diperintahkan untuk segera melakukan pertempuran gerilya di Lubuk Resam. Tapi tidak dapat dilakukan, karena Lubuk Resam telah dikuasai Belanda.
Di Kasiro, kala itu, tidak ada anggota TNI. Selanjutnya, Komandan STD menunjuk Aip A Mohd. Ali Hanifih sebagai komandan di Kasiro.
Belanda terus menyerang. Bulan Juni 1949, pasukan Belanda memasuki Kasiro. Pasukan Belanda dipimpin oleh Sersan Mayor KNIL Patiwaeel.
Republiken kalah dalam jumlah. Tetapi seluruh perangkat pemerintahan sipil dan polisi berhasil menyelamakan diri.
Kasiro pun dikuasai Belanda. Setalah Kasiro dikuasai oleh Belanda.
Perlawanan dilakukan, dan pasukan TNI dengan jumlah 40 orang dan bersenjata lengkap pun mengatur strategi pembalasan.
Pasukan TNI yang menyerang Kasiro dipimpin oleh Suprapto. Ia telah mengirimkan kurirnya untuk meminta petujuk ke TNI di Pematang Jering. Untuk bertanya terkait waktu penyerangan.
TNI di Pematang Jering, yakni Sayuti Rozak pun telah mengirim kurir balasan ke Suprapto. Sayangnya, kurir tidak pernah sampai ke Suprapto.
Ini, setidaknya, yang menjadi penyebab kekalahan dalam menghadapi Belanda di Kasiro. Karena tidak ada kejelasan tentang waktu penyerangan.
Akibatnya, Kasiro jatuh ke tangan Belanda.
Situasi semakin tidak bagus bagi pihak republik. Untuk menghindari kemungkinan terburuk, akhirnya, pemerintahan dipindahkan Rantau Panjang, Batang Asai.
Pemindahan ini didukung sepenuhnya oleh pembarap (wakil pesirah) Datuk Ajib.
Tanggal 8 Agustus 1949, republiken mengatur strategi untuk merebut Kasiro. Sebanyak 150 tentara gabungan, yang merupakan pasukan yang dipimpin Kapten M Kukuh, komandan TNI sektor Kasiro yang bermarkas di Muara Talang Batang Asai, dan, Sayuti Makalam, komandan TNI sektor Batang Asai menyerang Kasiro.
Perang gerilya pun terjadi, sekitar empat bulan lamanya. Dan dihentikan pada akhir Desember 1949.
Tetapi, sangat disayangkan, tidak tercatat dengan detail nama-nama mereka yang gugur dalam perang gerilya itu.
Tentunya, akan menjadi upaya lanjutan, untuk menyingkap kisah heroik ini, ke depannya.*