Tak Tuntas, 30 Tahun Konflik Rwanda

Hak Asasi Manusia

April 6, 2024

Farokh Idris

Film Hotel Rwanda. (credits : azmovies)

TANGGAL 7 April, adalah genosida terhadap Tutsi di Rwanda yang terjadi 30 tahun lalu. Konflik yang terjadi pada tahun 1994 ini menewaskan sekitar 800.000 orang. Yang menjadi korban, juga termasuk Hutu dan kelompok lain yang menentang genosida itu, dan pemerintah sewaktu itu yang mendalanginya.

Mengutip Amnesty International, komunitas internasional harus segera memperbarui komitmen untuk menjamin keadilan dan akuntabilitas bagi para korban dan penyintas di Rwanda.

Meskipun banyak dari pelaku telah diadili di pengadilan nasional dan komunitas di Rwanda. Serta di Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda (ICTR) dan di pengadilan di Eropa dan Amerika Utara berdasarkan prinsip yurisdiksi universal.

Namun, perkembangan terkini menggarisbawahi pentingnya upaya untuk segera melakukan tindakan hukum yang berkeadilan.

“Keadilan yang tertunda adalah keadilan yang ditolak,” kata Tigere Chagutah, Direktur Regional Amnesty International untuk Afrika Timur dan Selatan.

Menurutnya, kematian beberapa tersangka genosida yang paling dicari sebelum mereka dapat diadili, dan penangguhan persidangan terdakwa lain tanpa batas waktu karena penyakit yang berkaitan dengan usia, menunjukkan pentingnya menjaga momentum untuk memberikan keadilan bagi para penyintas dan keluarga korban di Rwanda.

Pada Mei 2020 hingga November 2023, Tim Pelacakan Buronan Mekanisme Residu Internasional untuk Pengadilan Kriminal (IRMCT) mengkonfirmasi kematian empat buronan paling dicari yang didakwa oleh ICTR.

Jenazah Augustin Bizimana, Menteri Pertahanan selama genosida, diidentifikasi di Republik Kongo pada tahun 2020. IRMCT juga mengonfirmasi bahwa Protais Mpiranya, komandan Pengawal Presiden, telah meninggal di Zimbabwe pada tahun 2006.

Protais Mpiranya telah dituduh bertanggung jawab atas pembunuhan para pemimpin senior moderat, termasuk Perdana Menteri Agathe Uwilingiyimana, Presiden Mahkamah Konstitusi, Menteri Pertanian dan Menteri Penerangan, serta sepuluh penjaga perdamaian PBB Belgia.

Juga dipastikan bahwa Pheneas Munyarugarama, komandan kamp militer Gako dan perwira militer berpangkat tertinggi di wilayah Bugesera selama genosida, telah meninggal di Republik Demokratik Kongo pada tahun 2002. Dan bahwa Aloys Ndimbati, walikota Gisovu, telah meninggal di Rwanda pada tahun 1997.

Untuk menghormati kenangan para korban genosida dan untuk memberikan keadilan bagi para penyintas dan keluarga korban, Amnesty International mendesak negara-negara internasional untuk berkomitmen kembali terhadap upaya penegakan keadilan yang tak kenal lelah dan tepat waktu. Termasuk dengan mengadili tersangka pelaku melalui yurisdiksi universal jika diperlukan.

Pada Mei 2023, tersangka genosida dan terdakwa ICTR lainnya, Fulgence Kayishema, yang telah bersembunyi selama beberapa dekade, akhirnya ditangkap di Afrika Selatan. Diperkirakan ia akan dipindahkan ke IRMCT di Tanzania atau langsung ke Rwanda untuk diadili, namun hingga saat ini ia masih ditahan di Afrika Selatan dan menghadapi tuduhan terkait imigrasi.

Pada bulan Agustus 2023, persidangan terhadap tersangka kepala pemodal genosida berusia 90 tahun, Felicien Kabuga, yang ditangkap setelah 26 tahun buron, ditangguhkan tanpa batas waktu karena penyakit yang berkaitan dengan usia.

Keputusan itu diambil oleh hakim banding di IRMCT menyusul keputusan pada bulan Juni 2023 yang menyatakan Kabuga tidak layak untuk diadili karena ia menderita demensia parah. Iia dituduh mendanai dan memberikan dukungan logistik lainnya kepada milisi Interahamwe, serta mempromosikan penyiaran ujaran kebencian genosida oleh Radio Television Libre des Milles Collines (RTLM).

Para penyintas, lalu, mengungkapkan kemarahan dan kekecewaannya menyusul keputusan pengadilan.

“Kami mendesak negara-negara untuk berkomitmen kembali terhadap upaya penegakan keadilan yang tak kenal lelah dan tepat waktu, termasuk dengan mengadili tersangka pelaku melalui yurisdiksi universal jika diperlukan,” kata Tigere Chagutah.

Ini, katanya, bertujuan untuk menghormati kenangan para korban genosida dan untuk memberikan keadilan bagi para penyintas dan keluarga korban genosida di tahun 1994.*

avatar

Redaksi