KPA : Hentikan Segala Bentuk Kekerasan Di Seruyan
Hak Asasi Manusia
October 9, 2023
Jon Afrizal
Bentrok yang terjadi akibat konflik agraria struktural di Desa Bangkal Kabupaten Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah, Oktober 2023. (photo credits : citizen journalist)
SEKJEN Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika mendesak agar segala bentuk kekerasan terhadap warga Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah oleh pihak luar untuk segera dihentikan. Demikian rilis yang diterima redaksi Amira pada Minggu (8/10), terkait bentrok yang terjadi di Kabupaten Seruyan.
“Sebanyak 20 orang warga dikriminalisasi; tiga orang tertembak, dua diantaranya kritis dan satu orang tewas di tempat,” kata Dewi Kartika.
Menurutnya, Gijik, warga Bangkal tewas akibat peluru tajam, pada Sabtu (7/10). Sewaktu itu warga Desa Bangkal melakukan aksi damai untuk menuntut tanah plasma mereka dari perusahaan perkebunan sawit, PT Hamparan Masawit Bangun Persada I (PT HMBP I), bagian dari Best Group Agro International.
Apa yang terjadi di Desa Seruyan, katanya, adalah konflik agraria struktural. Menurutnya, PT HMBP I telah membuka bisnis dan operasi perkebunan mereka di atas tanah masyarakat sejak tahun 2006.
“Masyarakat dipaksa secara halus untuk melepas tanahnya dengan iming-iming dijanjikan jatah plasma sebagai petani-pekerja kebun inti-plasma,” katanya.
Namun, janji itu tidak pernah terealisasi. Sejak tahun 2008 warga pun mulai melakukan protes, tetapi tidak pernah mendapat jawaban dari perusahaan maupun pemerintah.
Titik kulminasi dari protes-protes sebelumnya, sejak September 2023, masyarakat Bangkal, Terawan dan Tabiku kembali melakukan aksi protes di areal yang telah diklaim oleh perkebunan PT HMBP I. Masyarakat memblokade jalan.
Selanjutnya, sejak tanggal 16 September 2023 kondisi memanas. Perusahaan meminta aparat keamanan untuk mengamankan aset perusahaan dan mengurai aksi massa.
Meskipun pada 3 Oktober 2023, dilakukan pertemuan antara masyarakat, pemerintah dan pihak perusahaan. Namun hasil dari pertemuan itu adalah PT HMBP I menolak tuntutan masyarakat.
“Patut jadi perhatian bahwa operasi perusahaan perkebunan seringkali melahirkan konflik agraria dan korban jiwa,” katanya.
Catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), sepanjang 2015 hingga 2022, tercatat 69 korban tewas di wilayah konflik agraria. Telah terjadi sebanyak 2.710 letusan konflik agraria sepanjang tahun-tahun itu.
Dari jumlah tersebut, perusahaan perkebunan dan penerbitan atau perpanjangan HGU selalu menjadi penyebab konflik agraria tertinggi dengan jumlah letusan mencapai 1.023 konflik (37 persen), dibanding sektor lainnya seperti kehutanan, pertambangan dan infrastruktur.
“Ini semua terjadi akibat pola penanganan yang bersifat bussniness as usual,” katanya.
Untuk itu, katanya, segala bentuk kekerasan, baik itu intimidasi ataupun kriminalisasi harus segera dihentikan. Tidak hanya di Seruyan, tapi juga di banyak wilayah-wilayah konflik agraria struktural.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Kalimantan Tengah, Kombes Erlan Munaji, mengutip kompas.com, mengatakan bahwa seluruh petugas telah menjalankan tugas sesuai aturan.
“Tidak ada anggota polisi yang dibekali dengan peluru peluru tajam. Anggota polisi hanya dibekali dengan gas air mata, peluru hampa dan peluru karet,” katanya.*