Jalan Tambang: Totalitas Kerusakan Hutan Di Jambi – Sumsel
Lingkungan & Krisis Iklim
October 9, 2024
Jon Afrizal/Bayung Lencir, Sumatera Selatan
Rintisan jalan angkut tambang batu bara yang membelah kawasan inti Hutan Harapan. (credits: Jon Afrizal/amira.co.id)
PERINTISAN jalan angkut tambang batu bara yang dilakukan oleh PT Marga Bara Jaya (MBJ), anak perusahan Geo Energy Resources Limited telah dilaksanakan sejak beberapa waktu lalu. Jalan yang membelah kawasan inti Hutan Harapan ini, telah dirintis setidaknya 21 kilometer dari total 35 kilometer.
Meskipun baru rintisan, dengan lebar antara 5 meter hingga 10 meter, tetapi telah terlihat kerusakan yang terjadi. Dan, entah bagaimana jika jalan angkut tambang batu bara ini telah benar-benar terealisasi. Dengan lebar 60 meter, yang dapat digunakan oleh dump truck bertonase 80 ton hingga 160 ton per truck, siang dan malam.
Amira menyusuri jalan rintisan itu; di Desa Sako Suban, Bintialo dan sekitarnya, hingga menuju Sungai Batang Kapas dan Sungai Batang Meranti Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, baru-baru ini.
Terlihat jelas, efek awal dari perintisan jalan itu. Pohon-pohon berdiameter 60 centimeter ditumbang, illegal logging, klaim lahan dan perambahan.
Kerusakan itu belum cukup. Selama perjalanan, Amira mencatat setidaknya 10 anak sungai telah ditutup (ditimbun), dan air tidak lagi mengalir seperti biasanya.
Pada pasal 25 Undang Undang nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, menjelaskan, bahwa, “Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya kondisi tata air daerah aliran sungai, melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan sumber daya air dan/atau prasarananya, hingga kegiatan yang mengakibatkan terganggunya upaya pengawetan air dan mengakibatkan pencemaran air.”
“Warga di desa membutuhkan aliran air dari anak-anak sungai ini untuk kebutuhan air bersih,” kata Syafi’i, warga setempat.
Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang nomor 17 tahun 2019 tentang “Sumber Daya Air” disebutkan bahwa hak pakai air adalah hak untuk memperoleh air untuk keperluan tertentu dan/atau mengalirkan air tersebut ke tanah orang lain.
Mengutip hukumonline, hak guna pakai air merupakan salah satu bentuk hak atas air dan ruang. Hak guna air ialah hak akan memperoleh air dari sungai, saluran atau mata air yang berada di luar tanah miliknya. Misalnya, untuk keperluan mengairi tanahnya, rumah tangga dan lain sebagainya.
Namun pengawasan terhadap ini semua, ternyata tidak terjadi di jalan angkut tambang ini. Dalam pengerjaan jalan, mungkin, diperbolehkan mengalihkan aliran air, tetapi tidak untuk mematikan alirannya dengan cara menimbun, atas alasan biaya murah.
Illegal logging yang terjadi di sekitar rintisan jalan angkut tambang batu bara. (credits: Jon Afrizal/amira.co.id)
Selain itu, tumpukan-tumpukan kayu tebangan, adalah pemandangan lain, di sini. Kayu jenis meranti (: shorea) dan jelutung (: dyera) berserak di pinggir jalan tambang. Kayu-kayu balok yang telah dipotong ukuran 5 meter itu telah tertera nama pemiliknya.
Apapun alasan yang dikemukakan, kayu-kayu jenis itu, dengan diameter antara 60 centimeter hingga 80 centimeter, adalah hasil dari perbaikan hutan selama 20 tahun terakhir ini, di Hutan Harapan.
“Patroli terus dilakukan. Tetapi tidak ada jaminan illegal logging dapat ditumpas,” kata Sutoyo dari Divisi Perlindungan Hutan PT Restorasi Ekosistem (REKI).
Di desa-desa ini, illegal llogging dan illlegal drilling adalah hal yang biasa untuk dilihat. Usaha pengolahan minyak bumi secara perorangan telah menjadi rahasia umum di sini. Tiang rig, dan bak-bak penampungan minyak bumi olahan berada di pingir jalan, tanpa dapat dicegah.
Maka, jika pada tahun 2026 jalan ini terealisasi, dapat diperkirakan hal-hal yang illegal ini menjadi dikonsesikan. Sebuah daya rusak yang sistematis bagi kawasan peyangga kehidupan di wilayah perbatasan Jambi – Sumatera Selatan.
“Telah ada Mou dengan MBJ dengan Bumi Persada Permai (BPP) untuk membuat pos jaga bersama di tiga titik jalan,” kata Rizal Pulungan, koordinator wilayah Sumsel dari PT REKI.
Hutan Harapan yang dikelola PT REKI, dikelilingi oleh banyak konsesi. Tujuan hutan adalah jelas sebagai sumber cadangan air, sebagai sumber udara bersih, dan perbaikan ekosistem termasuk flora dan fauna.
“Hutan Harapan pun telah pula meminta tiga titik koridor satwa, yang bertujuan agar satwa dapat tetap melintasi jalur kehidupan mereka,” katanya.
Tetapi, bagaimana satwa dapat melintasi koridor itu, jika mendengar deru mesin chainsaw dan escavator saja, satwa telah pergi menjauh.
Hanya kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Mungkin saja, satwa akan menyerang desa-desa sekitar utnuk mencari pakan. Atau mungkin saja, Oh my God, satwa akan diburu secara kasat mata.
Ketika cadangan air telah berubah menjadi konsesi dalam bentuk selain hutan, maka sumber kehidupan pun terganggu. Hutan segera berganti dengan konsesi-konsesi demi pendapatan ekspors.
Jalan angkut tambang ini, mungkin saja awalnya diperuntukan bagi konsesi tambang batu bara PT Triaryani, yang juga adalah anak perusahaan Geo Energy Resources Limited. Tetapi, selanjutnya, who knows?
Dan, tentunya, jauh dari harapan akan menjadi cadangan pasokan listrik bagi wilayah Jambi dan Sumatera Selatan.
Terdapat sebanyak lima konsesi tambang batu bara di sekitar kawasan ini. Yakni; Triaryani, Gorbi, MMC, Rajawali dan MMJ.
Jalan tambang yang dilakukan oleh MBJ ini terhubung dengan jalan yang lainnya. Lalu, batu bara akan dibawa menuju ke Pelabuhan di Sungai Lalan Desa Mendis Kecamatan Bayung Lencir untuk selanjutnya di bawa ke arah Sembilang ke arah laut, untuk diekspors.
Dan, sepertinya, ehm, listrik kita tetaplah byar pet.
Seperti beberapa jalan khusus yang dibuat untuk perusahaan atau pemilik konsesi, maka jalan dapat digunakan oleh pihak lain. Tentu dengan cara perjanjian antar perusahaan.
Dan, entah apa yang terjadi selanjutnya. Apakah konsesi tambang juga akan terus mendesak hingga ke kawasan lain di Hutan Harapan, di masa yang akan datang.
Jika itu yang terjadi, maka kita semua sedang menunggu bencana datang silih berganti. Terhitung sejak hari ini.*