Memaknai Melayu

Resonansi

January 15, 2024

Fachruddin Saudagar*

Miniatur kapal Kajanglako dari Jambi. (photo credits : Jon Afrizal/amira.co.id)

“Orang Hidup dikandung adat

Orang Mati dikandung tanah

Mati anak gempar serumah

Mati adat gempar sebangso

Biar mati anak dari pado mati adat.“

TAK Melayu hilang di bumi. Inilah semboyan abadi yang membuat mampu membuat etnis dan budaya Melayu mampu bertahan dimakan usia dan zaman.

Secara psikologis semboyan dan pesan adat ini menyadarkan kita bahwa keberadaan Melayu di kawasan Asia Tenggara akan selalu hadir dan mewarnai kehidupan manusianya.

Pada beberapa karya ilmiah, kata Melayu ditulis tidak seragam atau beragam, ada yang menulisnya “malaya, Melayu, malai, malayu, malaiyur, mo-lo-yeu, ma-la-yo-eul”.

Dalam bahasa Melayu Jambi kata Melayu ditulis dengan kata; melayau yang artinya luluh atau tak berdaya, melayi artinya pergi jauh, dan melangun (dari bahasa Kubu) artinya hidup mengembara (nomaden). Dalam bahasa Tamil (India) kata Melayu berawal dari Malay artinya bukit atau gunung.

Menurut Fachruddin Saudagar (1997) dalam makalahnya “Jambi Diantara Melayu Dengan Sriwijaya”, Seminar, 19-20 September 1997, Universitas Jambi, kata Melayu paling kurang mengandung 4 makna, yakni Melayu sebagai etnis, budaya, bahasa, kerajaan.

Makna Melayu Sebagai Etnis

Makna Melayu Sebagai Etnis menunjukkan bahwa etnis Melayu ada beragam sesuai dengan tempat dan wilayahnya. Dalam arti luas etnis Melayu ialah masyarakat (society) yang berkebudayaan Melayu dengan wilayah penyebarannya mendiami kepulauan Nusantara, dengan batas ke utara mencapai Taiwan dan Okinawa, ke Barat mencapai Madagaskar, ke Timur mencapai kepulauan Hawai, Solomon, Fiji, Samoa, ke Selatan mencakup Australia. Dewasa ini hampir di semua negara terdapat komunitas etnis Melayu.

Dalam arti terbatas etnis Melayu dapat dibedakan lagi ke dalam dua pengertian; masyarakat Melayu (community) yang melestarikan dan mengembangkan tradisi lokal, dan masyarakat Melayu (community) yang meletarikan dan mengembangkan corak kebudayaan Melayu Islam.

Di daerah Jambi etnis Melayu itu antara lain adalah Suku Kerinci, Suku Batin, Suku Bangsa Duabelas, Suku Penghulu, dan Suku Kubu, dan Suku Pindah, dan lainnya. Kemudian berbagai etnis dari daerah sekitar berdatangan masuk ke Jambi seperti etnis Jawa, Palembang, Minang, Bugis, Banjar, Bajau, Arab, Cina, dan lainnya.

Mereka memasuki daerah Jambi tentunya dengan latar belakang yang berbeda-beda.

Makna Melayu Sebagai Kebudayaan

Makna Melayu Sebagai Kebudayaan menunjukkan bahwa etnis Melayu sejak ratusan tahun lampau telah melahirkan suatu corak kebudayaan Melayu Jambi. Kebudayaan Melayu Jambi memiliki unsur-unsur budaya yang merupakan karakteristik Melayu Jambi.

Kebudayaan Melayu Jambi terbentuk melalui proses sejarah yang panjang mulai dari Melayu Pra-Sejarah, Melayu Budhis, dan Melayu Islam. Kebudayaan Melayu Islam Jambi adalah perpaduan antara produk masyarakat Islam Melayu di Jambi.

Inti atau hakikat Kebudayaan Islam Melayu Jambi adalah Adat Bersendi Syarak dan Syarak Bersendi Kitabullah.

Makna Melayu Sebagai Bahasa

Makna Melayu Sebagai Bahasa menunjukkan masing-masing etnis dan puak-puak itu memiliki bahasa lokal dengan keragaman dialek bahasanya. Berdasarkan fakta sejarah, etnis Melayu Jambi paling kurang telah menggunakan 4 macam bentuk bahasa tulisan yakni huruf Pallawa, huruf Encung Kerinci dan Arab Gundul Melayu Jambi, dan Latin.

Makna Melayu Sebagai Kerajaan Tua

Makna Melayu Sebagai Kerajaan menunjukkan bahwa etnis Melayu di Jambi telah mampu melahirkan 2 kerajaan terkenal di dunia ini yakni kerajaan Melayu dan Sriwijaya. Kerajaan Melayu (Mo-lo-yeu) pernah disebut dalam berita Cina tahun 644 M.

Sedangkan Sriwjiaya pertama kali disebut dalam berita Cina pada tahun 671 Masehi. Kerajaan Melayu dipandang sebagai kerajaan penting yang merupakan wilayah inti (inner core) kerajaan Sriwijaya.

Para ahli sejarah menempatkan pusat kerajaan Melayu dan Sriwijaya itu di Jambi. Bila ingin melokalisir ibu kota kerajaan Sriwijaya, maka lokasinya ada di Melayu.

Ke-empat makna Melayu seperti tersebut di atas masih dapat direkonstruksi keberadaanya di daerah Jambi. Tidak berlebihan kiranya ke-empat makna Melayu itu adalah bangkar (umbi/bungkut) identitas Melayu Jambi.*

*Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di blog pribadi alm. Fachruddin Saudagar. Dan kami terbitkan kembali, sebagai upaya untuk memberikan pemahaman yang utuh terhadap sejarah, budaya dan tradisi Jambi. (Redaksi)

avatar

Redaksi